Kasus Gugat Cerai oleh Istri Meningkat di Aceh, Ustaz Khairuddin Tawarkan 6 Langkah Solutif

Share

NUKILAN.ID | BANDA ACEH Angka perceraian di Aceh kembali menjadi sorotan publik. Data yang dilansir SerambiNews.com pada Selasa (29/7/2025) menyebutkan, sepanjang semester pertama tahun 2025, sebanyak 612 kasus cerai talak dan 2.311 kasus gugat cerai tercatat di seluruh pengadilan tingkat pertama di Aceh.

Fakta mencengangkan lainnya, mayoritas perkara perceraian justru diajukan oleh pihak istri, dengan penyebab utama adalah praktik judi online yang dilakukan oleh suami, yang merusak ekonomi rumah tangga dan menghancurkan kepercayaan istri terhadap pasangan.

Fenomena ini mendapat perhatian serius dari Ustaz Dr. Khairuddin, S.Ag., MA, dosen dan dai asal Aceh. Melalui akun Facebook pribadinya, pada Rabu (30/7/2025), ia menulis sebuah refleksi berjudul “Menjaga Keluarga dalam Syariat: Jawaban atas Lonjakan Cerai Gugat di Aceh”.

Dalam tulisannya, Ustaz Khairuddin menyampaikan keprihatinan mendalam atas fenomena ini, yang menurutnya justru memperlihatkan paradoks terhadap identitas Aceh sebagai daerah bersyariat.

“Hal ini tentu menjadi kontradiktif dengan wajah Aceh sebagai provinsi bersyariat Islam, yang seharusnya menjadi contoh ketahanan keluarga dan keteladanan moral dalam kehidupan rumah tangga,” tulisnya dikutip Nukilan.id dari unggahan tersebut.

Menyikapi kenyataan yang memprihatinkan ini, Ustaz Khairuddin mengusulkan enam ide dan solusi strategis untuk menekan angka gugat cerai di Aceh, serta memperkuat kembali nilai-nilai syariat dalam kehidupan rumah tangga masyarakat.

Ia memulai dengan menekankan pentingnya penguatan edukasi pranikah. Menurutnya, pendidikan pranikah tidak boleh hanya menjadi formalitas administratif, tetapi harus benar-benar membekali pasangan dengan landasan keilmuan dan spiritual.

“Pertama, penguatan pendidikan pranikah yang islami dan realistis perlu dilakukan. Program bimbingan pranikah harus dikembangkan tidak hanya sebagai formalitas, tetapi sebagai ruang untuk membekali calon pasangan dengan pemahaman syariat, psikologi pernikahan, manajemen konflik, dan keterampilan komunikasi rumah tangga,” tulisnya dalam bagian awal.

Solusi kedua yang ia tawarkan berkaitan erat dengan ketimpangan ekonomi dalam keluarga, yang sering menjadi pemicu keretakan rumah tangga. Ia menilai, perlu ada langkah konkret untuk memberdayakan ekonomi rumah tangga, terutama dari sisi suami.

“Kedua, perlu adanya pemberdayaan ekonomi keluarga. Banyak kasus gugat cerai terjadi karena ketimpangan ekonomi. Pemerintah Aceh bersama instansi terkait bisa mengembangkan program pelatihan keterampilan bagi suami, serta pembinaan UMKM untuk keluarga muda,” ungkapnya dalam tulisan tersebut.

Ustaz Khairuddin juga menyoroti langsung akar masalah yang banyak disebut dalam kasus-kasus gugat cerai, yakni judi online. Menurutnya, praktik ini bukan hanya melanggar hukum agama dan negara, tetapi juga telah menjadi penyakit sosial yang menghancurkan struktur keluarga.

“Ketiga, harus ada pencegahan dan penindakan judi online. Harus ada kolaborasi antara lembaga syariat, kepolisian, dan tokoh agama untuk mencegah dan menindak praktik judi online yang menjadi akar kerusakan moral dan ekonomi rumah tangga,” paparnya dalam tulisan itu.

Ia pun mendorong hadirnya pendekatan berbasis komunitas untuk menangani konflik rumah tangga secara preventif sebelum sampai ke pengadilan. Gampong sebagai unit sosial terkecil dinilainya memiliki potensi besar untuk menjadi ruang penyelesaian damai.

“Keempat, dengan membuat Majelis Konseling dan Mediasi berbasis gampong. Gampong sebagai unit sosial terkecil di Aceh harus didorong membentuk Majelis Keluarga Islami, yang terdiri dari tokoh agama, perangkat desa, dan konselor keluarga untuk menyelesaikan konflik rumah tangga sebelum masuk ke meja sidang,” tulisnya memberi solusi berbasis masyarakat.

Lebih lanjut, ia menggarisbawahi pentingnya penegakan hukum bagi pelaku kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) maupun perselingkuhan. Menurutnya, hukum yang berlaku di Aceh harus benar-benar digunakan untuk melindungi perempuan dan anak dari ketidakadilan dalam rumah tangga.

“Selanjutnya, penegakan hukum terhadap pelaku KDRT dan perselingkuhan harus diberlakukan. Qanun Jinayat dan hukum Islam yang berlaku di Aceh harus digunakan untuk melindungi hak perempuan dan anak, serta memberi efek jera bagi suami yang lalai atau berkhianat,” tegasnya dalam tulisan tersebut.

Solusi terakhir yang ia usulkan adalah pentingnya kampanye publik yang massif dan konsisten tentang nilai-nilai syariat dalam rumah tangga, yang menurutnya harus disuarakan di berbagai platform, mulai dari media massa hingga mimbar-mimbar keagamaan.

“Terakhir, harus ada kampanye publik tentang nilai syariat dalam rumah tangga. Media lokal, khutbah Jumat, pengajian rutin, dan sosial media harus dimanfaatkan untuk menyebarkan nilai-nilai syariah dalam peran suami, tanggung jawab sebagai ayah, serta kemuliaan menjaga keutuhan rumah tangga,” sarannya dalam penutup tulisan.

Ustaz Khairuddin pun menutup refleksinya dengan satu pernyataan kuat yang mengajak semua pihak untuk melihat keluarga bukan hanya sebagai urusan pribadi, tetapi juga sebagai pilar utama dalam membangun masyarakat yang bermoral.

“Membangun keluarga adalah jihad, dan mencegah perceraian adalah bagian dari menjaga masyarakat dari kehancuran moral,” tutupnya dalam unggahan yang kini ramai dibagikan ulang oleh warganet.

Seruan ini menjadi pengingat bahwa membangun rumah tangga bukan hanya persoalan cinta dan komitmen, tetapi juga tanggung jawab spiritual dan sosial. Di tengah lonjakan angka gugat cerai yang makin memprihatinkan, solusi berbasis syariat seperti yang disampaikan Ustaz Khairuddin dapat menjadi pijakan penting bagi Aceh untuk kembali menata ketahanan keluarga sebagai pondasi masyarakat. (XRQ)

Reporter: Akil

spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img

Read more

Local News