Jumpai Aliansi Mahasiswa Aceh, Ketua DPRA Jelaskan Mekanisme Pemakzulan Gubernur

Share

Nukilan.id – Ketua Dewan Pewakilan Rakyat Aceh (DPRA) Dahlan Djamaluddin mengatakan, DPRA sebagai lembaga yang produktif dalam segala kewenangan pasti akan melakukan yang terbaik untuk rakyat Aceh.

“Karena kami dipilih langsung oleh rakyat dan partai juga hadir sebagai jembatan untuk memperjuangkan sebagai aspirasi apa yang menjadi prioritas rakyat Aceh,” kata Dahlan Jamaluddin saat menerima audiensi Aliansi Mahasiswa Rakyat Aceh (Amarah) di Aula Aula Utama Gedung DPRA, Senin (2/8/2021).

Dahlan mengatakan, tahun 2020 DPRA secara lembaga sudah mengunakan haknya yaitu hak interpelasi untuk mempertanyakan kebijakan Gubernur Aceh, Nova Iriansyah yang tidak pro terhadap masyarakat Aceh, terutama kebijakan refocusing tahun 2020.

“Itu semua sudah dijawab, dan DPRA juga memberikan jawaban dengan menolak seluruh jawaban Gebernur Aceh pada saat itu,” jelas Dahlan.

Kemudian, kata Dahlan, DPRA menggunakan hak angketnya. Namun, dalam rapat paripurna yang menyusun hak angket dan menandatangani itu hanya 53 anggota DPRA, sehingga hak angket tidak bisa diambil dalam penetapan sebagai keputusan DPRA.

“Secara regulasi bahwa pengambilan keputusan hak angket itu harus di hadiri 3/4 dari seluruh anggota dewan dari 81 anggota DPRA. Dan itu harus dihadiri minimal 61 anggota DPRA. Sejak saat itu, masih tercantum sampai hari ini, ada beberapa fraksi yang meminta anggotanya untuk tidak hadir,” ungkapnya.

Mestinya, kata Dahlan, rekan-rekan aktivis juga okjebtif melihat segala sesuatunya dalam dinamika proses politik yang terjadi antara DPRA dan Pemerintah Aceh.

“Sekarang Aliansi Mahasiswa Rakyat Aceh menuntut DPRA untuk memecat Gubernur Aceh, Nova Iriansyah dan mengganti Sekda Aceh, Taqwallah serta menolak Laporan Keterangan Pertangungjawaban (LKPJ) Gubernur Aceh tahun anggaran 2021. Kita di DPRA dengan segala hak interpelasi dan hak angketnya, itu semua ada mekanisme dan prosedur yang harus ditempuh,” terangnya.

Secara konsekuen, kata dia, kita harus patuh dan menjalankan peraturan undang-undang. Dan tentunya itu yang akan menjadi basis realisasi. Namun, apakah Gubernur Aceh, Nova Iriansyah dalam kepemimpinannya itu melanggar peraturan perundang-undangan atau tidak. Maka, dengan hak angket inilah menjadi salah satu kewengan yang dimiliki oleh DPRA untuk memastikan dan menyelidiki apakah terjadi pelanggaran atau tidak.

“Jadi, bahasanya bukan pemecatan, tapi pemakzulan, dan akan berproses sampai ke Mahkamah Agung begitu juga dengan pergantian Sekda,” lanjutnya.

Selain itu, Dahlan juga menjelaskan, terkait dengan LKPJ Gubernur Aceh tahun anggaran 2021, itu semua sudah disampaikan kepada DPRA dan sudah diparipurnakan dengan bebagai catatan. Dan ini hanya memuat narasi umum berbagai kebijakan program kegiatan pemerintah Aceh di tahun 2020.

“Baik itu terkait tentang urusan wajib pemerintah, urusan pilihan pemerintah dan urusan penunjang pemerintah bisa di akses sampai hari ini yang disebutkan DPRA dengan catatan terhadap kesusaian dengan seluruh dokumen perencanaan pembagunan di Aceh baik dengan RPJM, Renstra dan Renja serta target tahunan yang sudah ditentukan dan diputuskan di dalam qanun RPJM tahun 2017-2024, khususnya dengan taget tahunan yang harus dipenuhi oleh Geburnur Aceh di tahun 2020,” jelasnya.

Saat ini, kata Dahlan, DPRA sedang memproses rancangan qanun pertangungjawaban APBA tahun 2020, yaitu keseluruhan bentuk pertangungjawaban Gebernur Aceh tahun 2020, kurang lebih sudah berjalan 1 bulan, dan DPRA juga memanggil tim TAPA dan SKPA untuk mempertanggung jawabkan APBA tahun 2020.

“Dan sampai hari ini masih berlangsung di Badan Anggara (Banggar) DPRA,” ujarnya.

Selain itu, kata Dahlan, DPRA juga sedang mencatat berbagai dokumen dan temuan-temuan yang dilakukan oleh pemerintah Aceh dalam pengunaan dan pelaksaanan APBA 2020, baik terhadap pelangaran perundang-undangan dana Otsus Aceh atau pelangaran terhadap regulasi penanganan Covid-19.

“Seperti pelanggaran terhadap intruksi Mendagri dalam upaya penanganan Covid-19, baik dari segi kesehatan, ekonomi dan jaminan sosial bagi masyarakat Aceh di tengah pandemi Covid-19,” sambungnya.

DPRA juga sedang mengerjakan dan melakukan proses terhadap laporan LHP BKP RI, dimana ada sekian temuan terhadap pengunaan anggaran yang dirangkum pemerintah baik dalam penanganan anggaran Covid-19 ataupun kebijakan-kebijakan publik lainnya.

Bukan itu saja, kata dia, DPRA juga telah membentuk Pansus Biro pengadaan barang dan jasa untuk menelusuri permasalahan yang terjadi terkait dengan realisasi APBA tahun 2021.

“Kita ingin melihat, apakah dari regulasi atau dari mafia proyeknya atau Biro pengadaan barang dan jasa pemerintah Aceh yang bermasalah,” tegasnya.

Oleh karena itu, Dahlan mengajak Aliansi Mahasiswa Rakyat Aceh secara terbuka kepada publik dan masyarakat Aceh untuk menilai apa yang terjadi di DPRA dan pemerintah Aceh saat ini.[]

Reporter: Hadiansyah

spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img

Read more

Local News