NUKILAN.id | Banda Aceh – Dalam menyambut Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Aceh 2024, suara anak muda Aceh semakin berkumandang untuk menyoroti isu-isu krusial yang dihadapi generasi muda di tanah Serambi Mekah tersebut.
Sebagai bagian dari upaya untuk menggali pandangan pemuda Aceh terhadap isu-isu krusial di daerah mereka, Nukilan.id berkesempatan untuk berbicara dengan T Aulia Rahman, Ketua Alumni Ilmu Pemerintahan (IP) USK.
Dalam wawancara eksklusif ini, T Aulia mengungkapkan pandangannya tentang tantangan utama yang dihadapi oleh pemuda Aceh saat ini. Menurutnya, permasalahan terbesar yang dihadapi oleh pemuda Aceh adalah kurangnya lapangan pekerjaan.
“Jika kita ditelusuri kembali ke masa lalu Aceh yang tidak kondusif, alasan keamanan bisa jadi membuat investor enggan untuk berinvestasi di daerah tersebut. pada Nukilan.id pada Selasa (7/5/2024).
Pemuda asal Abdya ini memiliki harapan besar terhadap pemimpin Aceh selanjutnya. Pertama, pemimpin tersebut diharapkan mampu menjaga stabilitas keamanan di Aceh dengan cermat. Hal ini penting agar investor merasa aman dan percaya untuk berinvestasi di daerah ini. Dengan demikian, akan tercipta lingkungan yang kondusif bagi pertumbuhan ekonomi Aceh, mengingat potensi besar yang dimiliki oleh daerah ini.
“Kami sebagai anak muda Aceh berharap bahwa pemimpin Aceh selanjutnya dapat memprioritaskan keamanan di Aceh agar investor merasa yakin bahwa aman untuk berinvestasi di sini (Aceh),” ungkapnya.
Dia juga menyoroti pentingnya membuka pasar ekspor Aceh yang selama ini terkesan eksklusif. Dengan potensi sumber daya alam yang melimpah, pembukaan pasar ekspor dapat membuka peluang munculnya pengusaha baru di Aceh. Dengan demikian, akan tercipta lapangan kerja baru yang memberikan kesempatan bagi pemuda Aceh untuk terlibat dalam industri ekspor.
“Karena selama ini ekspor terkesan eklusif. Padahal banyak potensi sumberdaya alam di aceh yang bisa di ekspor sehingga menambah lapangan kerja,” ungkapnya.
Namun, T Aulia juga menyoroti dampak negatif dari kurangnya lapangan kerja, seperti meningkatnya angka judi online di kalangan pemuda. Dia menyebutkan bahwa kurangnya lapangan kerja membuat pemuda mencari cara pintas untuk mendapatkan penghasilan, seperti bermain judi online, menjadi kurir narkoba bahkan nekat meminjam uang melalui pinjol.
“Hal ini tidak bisa juga serta merta kita salahkan, karena itu cara pintas mereka dapat duit, cara lain tidak ada,” katanya.
Lebih lanjut, T Aulia menekankan bahwa kurangnya lapangan kerja juga akan berdampak pada kemampuan pemuda Aceh untuk menikah. Sebagai seorang pemuda, dia menyadari bahwa menikah menjadi semakin sulit tanpa pendapatan yang stabil. Kenaikan harga emas akibat tegangnya situasi konflik global semakin mempersulit situasi, sementara lapangan kerja yang terbatas membuat prospek finansial menjadi semakin suram.
“Bagaimana mereka bisa menikah jika pendapatan mereka tidak mencukupi? Apalagi di tengah kenaikan harga emas akibat konflik global,” katanya prihatin.
Menurut T Aulia, semakin berkurangnya kemampuan pemuda untuk menikah dapat menghadirkan potensi krisis demografi yang mencemaskan, mirip dengan yang terjadi di Jepang. Jika tidak ditemukan solusi yang tepat, hal ini bisa mengarah pada konsekuensi yang serius bagi struktur sosial dan ekonomi suatu negara.
“Ketika kesempatan menikah menurun, ini akan menjadi efek bola salju menjadi krisis demografi seperti di jepang,” ungkapnya.
Oleh karena itu, T Aulia mengatakan penting bagi pemerintah untuk mengambil langkah-langkah konkrit dalam menciptakan lapangan kerja yang lebih banyak agar generasi muda Aceh dapat memiliki harapan dan masa depan yang lebih cerah.
Reporter: Akil Rahmatillah