Nukilan.id – Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Aceh, Ir. Mohd. Tanwier, MM mengatakan, semua pengusaha di Aceh tidak mendapatkan insentif mulai sejak pemberlakuan jam malam hingga pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) mikro di Aceh. Namun, pemerintah Aceh saat ini hanya menyediakan insentif dalam bentuk bantuan vaksin secara gratis, dan itu tidak dipungut biaya.
Hal itu disampaikan Kepala Disperindag Aceh menanggapi keluhan para pengusaha warung kopi terkait insentif dan beban pajak yang harus dibayar penuh dalam kondisi PPKM mikro di Aceh.
“Dilihat dari segi pengusaha warung kopi, memang tertekan dengan diadakannya pemberlakuan jam malam, ditambah pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat, karena dari segi omset para warung kopi sangat ketergantungan dengan pelanggan di malam hari dan sangat di maklumi kondisinya. Namun, mengenai insentif semua pengusaha tidak mendapatkannya,” kata Tanwier kepada Nukilan.id, Rabu (14/7/2021).
Ia menyampaikan bahwa, sampai hari ini pemerintah tidak menaggulangi insentif dan beban pajak pengusaha. Karena, regulasi anggaran tidak bisa dilakukan sepihak oleh pemerintah Aceh.
“Kebijakan membayar pajak itu merupakan kebijakan nasional dan diatur dalam Undang-Undang. Jadi, kalau ingin melakukan sesuatu, harus merevisi Undang-Undang ini terlebih dahulu,” jelasnya.
Menurut Tanwier, pemerintah Aceh tidak pernah pilih kasih dalam penerapan PPKM Mikro antara pengusaha warung kopi dengan pasar, mall dan lainnya. Tidak ada niat pemerintah untuk mencederakan orang lain, namun dengan segala pertimbangan yang matang dan dimusyawarahkan dengan beberapa intansi, sehingga bisa melahirkan tindakan tersebut.
Apabila mall dan pasar juga ditutup, kata dia, ini bakal menjadi masalah dan muncul problem yang lain, karena, salah satu perputaran ekonomi juga disitu dengan catatan tetap menggunakan protocol kesehatan. Jadi intinya, pemerintah Aceh harus mengambil tindakan yang kecil resikonya.
“Kalau pasar dan mall juga dtutup, perekonomian masayarakat dari mana, maka dari segi itu perlu pemerintah untuk mengambil sikap untuk meminimalisir hal tersebut,” jelasnya.
Oleh karena itu, kata Tanwier, masyarakat harus mengetahui kondisi sekarang sedang tidak normal, kalau kondisi normal, tidak mungkin kebijakan pemerintah seperti ini.
Sementara itu, kata Tanwier, kenapa warung kopi jadi imbasnya, karena banyak orang berkumpul dan berlama-lama di warung kopi. Seandainya hanya dengan membeli dan langsung pulang itu tidak masalah.
“Sekarang kalau dilihat kondisi warung kopi di Aceh, fungsinya untuk tempat duduk ngobrol, bahkan main game. Dan itu yang dihindari oleh Pemerintah Aceh dengan kondisi Covid-19 yang tengah melanda Indonesia agar tidak semakin menyebar,” ungkapnya.
Sebab itu, dalam kondisi pandemi covid-19 saat ini, pemerintah Aceh sangat berat dalam mengambil keputusan, karena harus memilih yang mana lebih efektif untuk diterapkan dengan aturan yang diberlakukan.
“Sebenarnya itu lebih ke pilihan, dari satu sisi warung kopi memang terpaksa jadi korban, bukan arahnya ke warung kopi tapi keputusan yang berlaku dengan waktu yang diambil oleh pemerintah pada saat ini, baik keputusan Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Aceh,” tutupnya.[]
Reporter: Irfan