Oleh Muhammad Zaldi*
Sudah dua dekade Partai Demokrat mewarnai perpolitikan di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Partai yang didirikan pada 9 September 2001 dan disahkan pada 27 Agustus 2003 silam merupakan partai politik dengan berlandaskan “Nasionalis – Religius” begitu menggambarkan kehadirannya dalam memfasilitasi segala wujud keberadaan suku-suku bangsa yang ada di tanah air. Partai berlambang mercy ini sudah malang melintang dalam pelbagai dinamika, merasakan naik dan turunnya perolehan elektoral, pernah menjadi partai yang berkuasa selama dua periode lamanya.p
Pada periode 2004 yang notabene adalah pertama kalinya Demokrat mengikuti pemilu legislatif, di bawah pimpinan Ketua Umum Subur Budhisantoso, berhasil memperoleh 57 kursi di DPR RI dari total 550 kursi dengan presentase 7,45% dari jumlah pemilih, hingga menghantarkan Partai Demokrat pada posisi 5 besar. Kemudian, puncaknya pada periode 2009 dimana saat itu Presiden Indonesia adalah Bapak Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Banyak yang menyebutkan bahwa ini adalah periode emasnya Partai Demokrat, dengan perolehan 150 kursi dari total 560 kursi di DPR RI, atau 20,40% dari jumlah pemilih, menjadikan Partai Demokrat sebagai pemenang pada pemilihan legislatif di tahun 2009 di bawah kepemimpinan Ketua Umum Hadi Utomo.
Pada tahun yang sama, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) terpilih kembali menjadi Presiden Republik Indonesia. Sebuah catatan epic bagi partai yang baru berdiri kurang dari 10 tahun. Berhasil memperoleh kenaikan suara secara signifikan dalam pemilihan legislatif, kemudian juga turut menghantarkan kader terbaiknya sebagai Presiden selama dua periode. Namun, atas pelbagai dinamika yang mewarnai perpolitikan nasional, konsistensi untuk mempertahankan sesuatu hal memang agak sulit dilakukan, fakta tersebut tak dapat terbantahkan dengan berbagai macam kasus korupsi yang menjerat kader partai tersebut. Pastinya hal tersebut berpengaruh pada tingkat kepercayaan publik kepada Partai Demokrat, setelah Ketua Partai Demokrat Anas Urbaningrum terjerat dalam kasus korupsi, langkah cepat dan sigap diambil oleh Susilo Bambang Yudhoyono untuk menyelamatkan partai dari keterpurukan dengan mengambil alih kepemimpinan partai.
Tetapi menurunnya trust publik terhadap partai demokrat sepertinya sulit ditahan, pasalnya pada pemilihan legislatif 2014, presentase perolehan Partai Demokrat turun jauh hingga 10,19% dan menduduki posisi ke 4 dari 10 partai yang berada di parlemen. Pada 2015, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) maju sebagai calon ketua umum dalam kongres Partai Demokrat ke IV di Surabaya dan terpilih. Dimasa SBY memimpin Partai Demokrat, ia lebih memilih menjadi penyeimbang pemerintah sebagai oposisi tetapi tetap dalam prinsip mendukung pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Kini, eranya berbeda, estafet kepemimpinan Partai Demokrat dibawah nahkoda Ketua Umum Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) yang terpilih dalam Kongres V Partai Demokrat di Jakarta Convention Center (JSS) pada awal 2020 lalu. Menjadi sebuah era baru bagi Partai Demokrat, setelah melahirkan figur baru yang lebih muda dan energik, perlahan elektabilitas Partai Demokrat mulai merangkak naik, dengan terobosan-terobosan yang dilahirkan, terlebih di masa pandemi Covid-19. Tentu bukan hal mudah menahkodai partai besar dengan jumlah perolehan kursi di DPR RI yang hanya 7,77% dengan total 54 kursi.
Dibutuhkan sebuah gagasan besar untuk tetap bergerak dan berkontribusi untuk masyarakat Indonesia yang tersebar di nusantara. Hadirnya Partai Demokrat di bawah kepemimpinan Ketua Umum Agus Harmurti Yudhoyono (AHY) mampu memberikan asa baru bagi masyarakat, yang mana partai politik sebagai satu instrumen politik yang secara sah diatur dalam skema demokrasi sebagai perwakilan politik warga di depan negara. Hadirnya tagline Harapan Rakyat, Perjuangan Demokrat adalah sebuah gagasan cerdas, setelah hampir semua partai politik berada di dalam pemerintahan, maka dibutuhkan satu instrumen yang legal sebagai perwakilan politik masyarakat diparlemen, Partai Demokrat hadir dalam memfasilitasi hal tersebut.
Di tengah kondisi krisis kesehatan, disaat partai-partai lain mencoba menjadi koalisi pemerintahan, hal yang berbeda kembali dilakukan oleh Partai Demokrat dalam menghadapi krisis kesehatan di tanah air. Demokrat hadir dengan “berkoalisi dengan rakyat,” hal yang jarang terjadi dalam perpolitikan Indonesia selama ini, sering kali berkoalisi dengan rakyat hanya terjadi saat mendekati pemilihan umum saja.
Hadirnya AHY sebagai pemegang estafet kepemimpinan akan sangat berpengaruh pada tingkat atensi anak-anak muda yang selama ini dianggap apatis terhadap politik. Bonus demografi mencapai 70,7% (SP 2020, BPS), maka tidak salah ketika usia produktif lebih tinggi dibeberapa tahun ke depan. Menjadikan Partai Demokrat menjadi partai modern yang diterima dan diminati oleh millennial merupakan upaya konkrit untuk terus mendulang suara agar tetap bisa berkoalisi dengan rakyat. Muda adalah kekuatan menjadi begitu nyata di tengah masa pandemi, semangat dan kreatifitas anak muda serta inovasi yang dilahirkan acap kali sangat membantu kondisi bangsa yang sedang terpuruk.
Sebuah harapan besar dari rakyat untuk Partai Demokrat agar dapat terus membersamai. Sesudah melewati berbagai benturan-benturan hingga adanya GPK-PD beberapa waktu lalu, turut mempertegas bahwa Demokrat adalah partai yang sedang berada dijalur yang benar. Senantiasa berbagai dinamika ini menjadikan Demokrat lebih mawas diri diusia yang sudah dua dekade membersamai rakyat Indonesia. Demokrat sudah berbuat untuk Indonesia sedari awal kehadirannya dengan penguatan-penguatan sosial, politik, dan ekonomi yang dilakukan di era Presiden SBY hingga menjadikan Indonesia masuk ke dalam negara G-20 yang disegani dunia internasional serta mengangkat derajat bangsa. Sejarah akan berulang, Muda adalah Kekuatan!
Penulis adalah Muhammad Zaldi, Mahasiswa Ilmu Politik, FISIP UIN Ar-Raniry.