Ini Dia Rekomendasi Pansus BPBJ DPR Aceh

Share

Nukilan.id – Panitia Khusus (Pansus) Biro Pengadaan Barang dan Jasa (BPBJ) Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) menemukan banyak sekali permasalahan dalam Kelompok Kerja (Pokja) Unit Kerja Pengadaan Barang dan Jasa (UKPBJ) Pemerintah Aceh, baik dari lampiran rekanan yang dirugikan maupun masyarakat.

Hal itu disampaikan Ketua Pansus PBJ DPRA, Ir. Azhar Abdrurrahman dalam rapat paripurna di Gedung DPRA, Banda Aceh, Kamis (30/12/2021).

“Adanya 10 temuan yang sudah dibacakan oleh saudara Abdurrahman Ahmad Wakil Pansus BPBJ. Sekarang permasalahannya, setelah pengumuman tender dan kemudian dibatalkan, setelah itu ditender ulang lagi, sehingga waktu kerja itu tidak cukup, ini resiko yang menyebabkan kerugian daerah, contohnya seperti terminal di Kabupaten Pidie dan Kuala Simpang Aceh Tamiang dan lain-lainnya,” kata Azhar dalam rapat paripurna di Gedung DPRA, Kamis, (30/12/2021).

Oleh karena itu, Politisi Partai Aceh ini mengatakan, dari hasil pemeriksaan Pansus BPBJ DPRA tahun anggaran 2021 menghasilkan beberapa rekomendasi, dan kepada Pimpinan DPR Aceh agar dapat menindaklanjuti dengan menyurati:

Berikut Rekomendasi Pansus BPBJ DPR Aceh tahun anggaran 2021:

  1. Presiden Republik Indonesia, untuk dapat menetapkan peraturan pengadaan barang dan jasa secara khusus di Aceh dengan mengedepankan kekhususan, tujuan, prinsip dan etika pengadaan untuk mewujudkan percepatan peningkatan perekonomian, pengentasan kemiskinan dan percepatan pelayanan publik di Aceh.
  2. Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP), untuk dapat menugaskan tim asistensi/pendampingan terhadap pelaksanaan pengadaan barang dan jasa Pemerintah Aceh dalam upaya penguatan peran Biro PBJ tanpa mengabaikan etika hak (Ethic of Rights) masyarakat dan etika kepedulian (Ethic of Care) akan harapan masyarakat Aceh.
  3. Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia, yang berkewajiban mengawasi tertib administrasi dan tindakan pejabat/ASN di Pemerintah Aceh khususnya dalam pelaksanaan pengadaan barang dan jasa pemerintah.
  4. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) perwakilan provinsi Aceh, meminta kepada BPK untuk melakukan audit investigasi terhadap pelaksanaan pengadaan barang dan jasa Pemerintah Aceh pada tahun anggaran 2021.
  5. Meminta Gubernur Aceh, untuk menyusun dan menetapkan:1. Peraturan Gubernur Aceh tentang Percepatan Pengadaan Barang dan jasa Pemerintah Aceh guna percepatan peningkatan perekonomian dan pelayanan publik masyarakat Aceh;

    2. Peraturan Gubernur Aceh tentang kerja sama operasi dengan badan usaha jasa konstruksi daerah dan penggunaan Subpenyedia Jasa Daerah di Provinsi Aceh (sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang RI Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi, Pasal 24);

    3. Peraturan Gubernur tentang pedoman penganggaran untuk penyelesaian pekerjaan jasa konstruksi yang tidak terselesaikan pada akhir tahun anggaran. Peraturan tersebut mencantumkan klausul penjelasan peristiwa kompensasi, keadaan kahar dan pemberian kesempatan sebagaimana yang dimaksud Kontrak Konstruksi (sebagaimana yang dimaksud Undang-Undang RI Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi, Pasal 47 Ayat (1) huruf d dan huruf g);

    4. Meminta Gubernur Aceh untuk mengevaluasi manajemen dan pejabat pengadaan barang dan jasa Pemerintah Aceh yang terindikasi kinerjanya buruk dan cenderung mengulur-ulur waktu evaluasi, melakukan rekayasa argumentasi dan mengakomodasi pihak-pihak tertentu yang termanifestasi dalam bentuk praktek korupsi, pungli dan nepotisme supaya dibersihkan dari Biro Pengadaan Barang Pemerintah Aceh;

    5. Pansus merekomendasikan proses pelelangan pada biro pengadaan barang dan jasa Pemerintah Aceh dikembalikan kepada SKPA masing-masing dan dilakukan pengendalian serta pengawasan secara ketat oleh Biro Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah Aceh;

    6. Meminta Gubernur Aceh melalui Majelis Kode Etik untuk melaksanakan sidang majelis kode etik terhadap kelompok kerja yang melanggar prinsip dan etika pengadaan, SOP, serta memberi sanksi kepada pokja sesuai dengan ketentuan yang berlaku;

    7. Munculnya berbagai persoalan dalam kinerja Biro Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah yang mengakibatkan timbulnya berbagai masalah dalam proses Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah Aceh tidak terlepas dari buruknya peran Saudara Sekretaris Daerah Aceh sebagai atasan langsung Biro Pengadaan Barang dan Jasa;

  6. Dewan Perwakilan Rakyat Aceh, agar melaksanakan hak pengawasan khusus terhadap proses pengadaan barang dan jasa di Pemerintah Aceh mulai dari proses penyusunan anggaran sampai dengan serah terima akhir pekerjaan;

“Terkait temuan-temuan sudah kita teruskan kepada pimpinan DPRA menjadi rekomendasi untuk ditindak lanjuti, dan nanti pimpinan akan menyurati Gubernur, BPK, Kemendagri dan Presiden,” ujar Azhar.

Terakhir, Azhar mengatakan, hasil pemeriksaan Pansus BPBJ DPRA tahun anggaran 2021 ini dilakukan dengan tujuan semata-mata untuk memperbaiki tata kelola pengadaan barang dan jasa pemerintah demi optimalisasi serapan anggaran guna percepatan peningkatan perekonomian masyarakat Aceh dan peningkatan pelayanan publik masyarakat Aceh.

Reporter: Hadiansyah

spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img

Read more

Local News