Nukilan.id – Selama bulan Ramadan ini kata i’tikaf cukup populer. Banyak kaum muslimin yang melakukan i’tikaf untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT di bulan yang penuh berkah ini. Apakah makna i’tikaf itu?
Itikaf (i’tikaf, iktikaf, iqtikaf, i’tiqaf, itiqaf), berasal dari bahasa Arab akafa yang berarti menetap, mengurung diri atau terhalangi.
Pengertiannya dalam konteks ibadah dalam Islam adalah berdiam diri di dalam masjid untuk mencari keridhaan Allah SWT dan bermuhasabah atau introspeksi atas perbuatan-perbuatannya. Orang yang sedang beriktikaf disebut juga mutakif.
Berikut sejumlah tujuan i’tikaf
1. Menghidupkan sunah sebagai kebiasaan yang dilakukan oleh Rasulullah SAW guna pencapaian ketakwaan.
2. Bentuk penghormatan dalam meramaikan bulan suci Ramadan yang penuh berkah dan rahmat dari Allah SWT.
3. Menunggu saat-saat yang baik untuk turunnya Lailatul Qadar yang nilainya sama dengan ibadah seribu bulan sebagaimana yang difirmankan oleh Allah.
4. Membina rasa kesadaran imaniyah kepada Allah dan tawadlu’ di hadapan-Nya, sebagai mahluk Allah yang lemah.
Rukun i’tikaf
I’tikaf dianggap sah apabila dilakukan di masjid dan memenuhi rukun-rukunnya sebagai berikut:
1. Niat
Niat adalah kunci segala amal hamba Allah yang betul-betul mengharap ridla dan pahala dari-Nya.
2. Berdiam di masjid
Maksudnya dengan diiringi dengan tafakkur, dzikir, berdo’a dan lain-lainya.
3. Di dalam masjidÂ
I’tikaf dianggap sah bila dilakukan di dalam masjid, yang biasa digunakan untuk sholat Jumat. Berdasarkan hadist Rasulullah saw. “Dan tiada I’tikaf kecuali di masjid jami’ (H.R. Abu Daud)
4. Islam dan suci serta akil baligh
I’tikaf tidak sah bagi orang yang bukan muslim, anak-anak yang belum dewasa, orang yang terganggu kewarasannya, orang yang dalam keadaan junub, wanita dalam masa haid dan nifas.
Jenis i’tikaf
Pertama, itikaf sunah adalah itikaf yang dilakukan secara sukarela semata-mata untuk mendekatkan diri dan mengharapkan ridha Allah SWT seperti; iktikaf 10 hari terakhir pada bulan Ramadan.
Keedua, itikaf wajib adalah itikaf yang dikarenakan bernazar (janji), seperti, “kalau Allah SWT menyembuhkan penyakitku ini, maka aku akan beriktikaf.”
Waktu i’tikaf
Iktikaf wajib tergantung pada berapa lama waktu yang dinazarkan. Sedangkan iktikaf sunat tidak ada batasan waktu tertentu, kapan saja pada malam atau siang hari, waktunya boleh lama atau singkat.
Ya’la bin Umayyah berkata: “Sesungguhnya aku berdiam satu jam di masjid tak lain hanya untuk beriktikaf.”
Dispensasi Mutakif
Bagi yang sedang beritikaf dibolehkan melakukan hal-hal tertentu atau mendapatkan dispensasi antara lain:
1. Keluar dari tempat iktikaf untuk mengantar istri, sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah saw terhadap istrinya Sofiyah ra. (HR. Riwayat Bukhari dan Muslim).
2. Menyisir atau mencukur rambut, memotong kuku, membersihkan tubuh dari kotoran dan bau badan.
3. Keluar untuk keperluan yang harus dipenuhi, seperti membuang air besar dan kecil, makan, minum (jika tidak ada yang mengantarkannya), dan segala sesuatu yang tidak mungkin dilakukan di masjid, tetapi ia harus segera kembali setelah menyelesaikan keperluannya.
4. Makan, minum, dan tidur di masjid dengan senantiasa menjaga kesucian dan kebersihan masjid.
5. Menemui tamu di masjid untuk hal-hal yang diperbolehkan dalam agama.
Itikaf batal jika…1.Meninggalkan masjid dengan sengaja tanpa keperluan yang dikecualikan walaupun sebentar.
2. Murtad (keluar dari agama Islam)
3. Hilang akal, karena gila atau mabuk
4. Haid atau nifas
5. Bersetubuh dengan istri, akan tetapi memegang tanpa syahwat, tidak apa-apa sebagaimana yang dilakukan Nabi dengan istri-istrinya.
6. Pergi salat Jumat (bagi mereka yang membolehkan iktikaf di surau yang tidak digunakan untuk salat Jumat).
Cara beritikaf1. Niat karena Allah. Misalnya dengan mengucapkan: Aku berniat itikaf karena Allah ta’ala.
2. Berdiam diri di dalam masjid dengan memperbanyak berzikir, tafakkur, membaca do’a, bertasbih dan memperbanyak membaca Al-Qur’an.
3. Diutamakan memulai I’tikaf setelah salat subuh, sebagaimana hadist Rasulullah saw. “Dan dari Aisyah, ia berkata bahwasannya Nabi saw. apabila hendak ber-Itikaf beliau shalat subuh kemudian masuk ke tempat I’tikaf. (H.R. Bukhori, Muslim).
4. Menjauhkan diri dari segala perbuatan yang tidak berguna. Disunnahkan memperbanyak membaca: “Ya Allah sesungguhnya Engkau Pemaaf, maka maafkanlah daku.” [Tempo.co]