Nukilan.id – Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah menetapkan pada 21 Maret sebagai hari hutan sedunia (International Day of Forests) melalui resolusi PBB 67/200 pada 21 Desember 2012.
Tujuan ditetapkannya Hari Hutan Sedunia untuk mengingatkan kepada masyarakat tentang pentingnya hutan bagi kelangsungan hidup manusia.
Kondisi kehutanan di seluruh dunia selalu menarik perhatian, karena hutan merupaka paru-paru dunia. Tidak heran bila kasus kerusakan atau kebakaran hutan sering tampil menjadi berita utam.
Begitu pula dengan di Indonesia. Kasus penggundulan dan kebakaran hutan senantiasa menjadi perbincangan publik. Apalagi, luas hutan Indonesia saat ini yang mencapai 94,1 juta hektare atau 50,1 persen dari total daratan di Indonesia.
Dari hutan pula, jutaan rakyat Indonesia menggantungkan hidupnya baik secara langsung maupun tidak lansung. Baik dengan mengambil hasil hutan untuk kebutuhan sehari-hari maupun menjadi pekerjaan di sektor pengolahan kayu. Hutan juga rumah bagi beraneka ragam flora dan fauna yang sangat luar biasa di Indonesia.
Data dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), sampai dengan tahun 2005, pemerintah mengklaim Indonesia memiliki kawasan hutan seluas 126,8 juta hektar dengan fungsi konservasi (23,2 juta ha), kawasan lindung (32,4 jutaha), hutan produksi terbatas (21,6 juta ha), hutan produksi (35,6 juta ha), dan hutan produksi konversi (14,0 juta ha)
Meskipun hanya memiliki luasan 1,3% dari seluruh daratan dunia, namun kekayaan
didalamnya meliputi 38.000 jenis tumbuhan (10% dari flora dunia yang ada di dunia berada di Indonesia), ditambah 515 jenis mamalia (12% dari mamalia dunia), reptilia 511 jenis (7,3% dari reptilia dunia), burung 1.531 jenis (17% jenis burung dunia), amphibi 270 jenis, binatang tak bertulang belakang 2.827 jenis.
Sejumlah species langka juga ada didalamnya seperti orangutan, harimau, badak dan gajah asia yang sekaligus menjadikan Indonesia sebagai negara kedua terkaya dengan kehidupan alam liarnya (wildlife).
Sejurus dengan itu, kerusakan hutan alam Indonesia terus bertambah setiap tahunnya. Pada tahun 1950 sampai dengan 1985 angka kerusakan mencapai 32,9 juta hektar atau setara dengan 942 ribu hektar setiap tahun.
Penguasaan 70 persen pasar plywood dunia pada tahun delapan puluhan juga memicu kehilangan hutan seluas 45,6 juta juta hektar atau dengan rata-rata deforestasi 5,7 juta hektar hutan pertahun (1985 – 1993). Ini adalah angka tertinggi deforestasi di Indonesia. Seperti fenomena gunung es, angka ini bisa jadi lebih tinggi dari yang sebenarnya terlihat.
Sampai dengan tahun 2004 lahan kritis di hutan mencapai 59,17 juta hektar dan lahan kritis diluar kawasan hutan mencapai 41,47 juta hektar.
Dan saat ini, dunia kehilangan 10 juta hektar hutan setahun atau setara dengan lebih dari setengah luas Sulawesi. Sementara degradasi lahan mempengaruhi hampir 2 milyar hektar. Dampak dari deforestasi dan degradasi hutan adalah meningkatnya gas rumah kaca dan menyebabkan hewan yang ada di hutan berada pada “risiko sangat tinggi” menuju kepunahan [Kompas.tv].