Friday, April 19, 2024

GeRAK Desak Kajati Aceh Untuk Tetap Usut Kasus Tukin di BPMA

Nukilan.id – Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh, mendesak Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Aceh Dr. Muhammad Yusuf, S.H., M.H untuk tetap mengusut tuntas kasus tindak pidana dana Tunjangan Kinerja (Tukin) di Badan Pengelolaan Migas Aceh (BPMA).

Koordinator GeRAK Aceh, Askhalani, SHI mengatakan bahwa, kasus dugaan tindak pidana dana Tukin di BPMA sudah dilakukan Pengumpulan bahan keterangan (pulbaket) dan penyelidikan oleh pihak Kejati Aceh, harus segera dirampungkan untuk menjamin asas kepastian hukum.

“Sejak awal perkara tersebut mencuat dan sampai sekarang, hampir memasuki satu tahun, perkara ini terkesan jalan ditempat, bahkan dipetieskan,” kata Askhalani dalam keterangan tertulis kepada Nukilan.id, Rabu (17/3/2021).

Baca juga: Kejati Aceh Tahan 4 Tersangka Dugaan Korupsi Jalan Muara Situlen-Gelombang Agara

“Merujuk pada konteks perkara dan proses penanganan, diketahui bahwa, tim Kejati Aceh telah memanggil sejumlah staf termasuk deputi dan kepala divisi di BPMA yang memiliki kaitan dengan Tukin untuk dimintai keterangan,” sambungnya.

Oleh karena itu, kata Askhalani – perkara ini harus disampaikan secara terbuka kepada publik sejauh mana proses penyelidikan telah dilakukan, termasuk sejauh mana hasil pendalaman materi.

“Jangan sampai publik menilai bahwa ada perbedaan penanganan perkara antara satu perkara dengan perkara lain yang sedang ditangani, maka atas dasar tersebut sudah sewajarnya Tim Kejati menyampaikan keterangan secara terbuka tentang dugaan tindak pidana Tukin di BPMA,” ujarnya.

Berdasarkan fakta, GeRAK Aceh menemukan adanya indikasi ketidakpatuhan dalam implementasi dana Tukin sehingga berpotensi merugikan keuangan negara secara terencana dan masif.

Baca juga: Kejati Aceh usut dugaan korupsi peremajaan sawit Rp684,8 miliar

Adapun dalil pertimbanganya merujuk telaah dilakukan bahwa penetapan remunerasi pimpinan dan pekerja BPMA tersebut hanya didasari oleh surat Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani pada tanggal 31 Desember 2017, tentang Persetujuan Prinsip Penetapan Remunerasi bagi pimpinan dan pekerja BPMA serta honorarium Komisi Pengawas BPMA.

“Persetujuan prinsip ini merupakan persetujuan atas usulan Menteri ESDM tanggal 26 Mei 2017 tentang Usulan Rencana Kerja dan Anggaran serta Remunerasi BPMA,” terangnya.

Padahal, lanjutnya – dalam surat Menkeu disebutkan bahwa Menkeu menyetujui pemberian renumerasi bagi pimpinan dan pekerja BPMA dengan komponen dan besaran setinggi-tingginya sebagaimana lampiran surat tersebut dengan besaran remunerasi bersifat netto. BPMA juga tak diperkenankan menambah komponen maupun besaran renumerasi dan honorarium sebagaimana tercantum dalam lampiran surat itu.

“Melalui surat yang sama, Menkeu juga meminta agar dibuat standardisasi Key Performance Indicator yang transparan dan akuntabel,” ungkapnya.

Baca juga: Tolak IPAL, Warga Gampong Pande Surati Menteri PUPR

Lanjutnya, dijelaskan bahwa persetujuan prinsip tersebut agar ditindaklanjuti dengan penetapan dalam suatu peraturan perundang-undangan oleh pejabat yang berwenang dan terhitung mulai berlaku sejak pimpinan, pekerja, dan komisi pengawas BPMA dilantik/diangkat dan melaksanakan tugas.

“Terakhir Menkeu menekankan agar seluruh proses dilakukan secara profesional, bersih dari korupsi, dan tidak ada konflik kepentingan, dengan tetap menerapkan prinsip kehati-hatian dan berpodoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” ujarnya.

Selain itu, berdasarkan fakta ditemukan bahwa tukin untuk pegawai BPMA telah direalisasikan sebanyak dua kali, yaitu tukin tahun 2019, dimana ada yang memperoleh sebesar 3 kali upah dasar dan tunjangan profesional, serta lainnya hanya mendapatkan 1x upah dasar dan tunjangan profesional. Sedangkan kedua yaitu pada Mei 2020 sebesar 1x upah dasar dan tunjangan profesional kepada semua pegawai.

“Seharusnya tukin hanya diberikan setiap tahun sekali, itupun terlebih dahulu harus dilakukan penilaian atas capaian kinerja, dan karena fakta tersebut maka dasar penyidikan perkara oleh Kejati Aceh menjadi satu keharusan untuk dapat dibuktikan secara hukum karena ada uang negara yang digunakan secara serampangan dan tidak taat azas hukum,” demikian jelas Askhalani.

Baca juga: Rektor USK: Membangun Harus Sama-Sama, Jangan Berselisih dan Berkubu-kubu

Menyikapi itu, GeRAK Aceh menyampaikan 2 hal, yakni:

  1. Merujuk pada objek penanganan perkara tentang Tunjangan Kinerja (Tukin) di Badan Pengelolaan Migas Aceh (BPMA), maka sudah sewajarnya perkara ini mendapat atensi khusus dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh, serta memberikan kepastian hukum terhadap penanganan perkara yang sudah dilakukan dengan mengumumkan hasil perkembangan penyidikan perkara ini kepada pada publik.
  2. Pentingnya kepastian hukum penanganan objek perkara menjadi mutlak karena ada alokasi anggaran negara yang harus dipertangungjawabkan secara taat asas dan hukum, apalagi merujuk pada fakta permulaan perkara diduga Tunjangan Kinerja (Tukin) ini sengaja dilakukan secara serampangan (melangar hukum), karena ada keuntungan pribadi dan faktor tertentu, yang dalam praktenya dapat merugikan keuangan negara dan perekonomian negara.[]
spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img

Must Read

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img

Related News

- Advertisement -spot_img

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here