Nukilan.id – Gerakan Aneuk Sadar Sejarah (GASS) mendukung upaya pembangunan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) selama itu tidak mengganggu situs cagar budaya di kawasan Gampong Pande, Kecamatan Kuta Radja, Kota Banda Aceh.
Hal itu disampaikan GASS dalam acara Focus Group Discussion (FGD) yang digagaskannya pada Rabu (31/3/2021) malam, di Café Nanggroe kawasan Batoh, Lueng Bata Kota Banda Aceh.
“Malam ini kita tahu apa yang terjadi sebenarnya. Kita dukung upaya pemerintah agar dapat dilanjutkan, sepanjang itu tidak mengganggu situs cagar budaya,” kata Ilham Rizky selaku moderator dalam acara FGD tersebut.
Ilham juga mengatakan, pihaknya akan mengambil langkah membantu pemerintah Kota Banda Aceh dalam mensosialisasikan IPAL terlebih dahulu kepada masyarakat.
Penyataan dukungan GASS tersebut setelah mendengar beberapa penjelasan dari para Narasumber, salah satunya penjelasan Wali Kota Banda Aceh Aminullah Usman terkait bagaimana mekanisme dan keterlibatan Pemko dalam proyek IPAL.
Aminullah menjelaskan, semenjak ia dilantik jadi wali kota bersama wakilnya, Zainal Arifin pada pertengahan 2017 lalu, dirinya adalah yang pertama menghentikan sementara proyek pengolahan limbah tersebut, dan meminta untuk dilakukan penelitian lebih lanjut terkait penemuan benda bersejarah di kawasan Gampong Pande.
“Saya turut mengapresiasi upaya baik adik-adik mahasiswa yang mau duduk berdiskusi langsung membahas polemik yang tengah bergulir saat ini,” ujar Aminullah.
Aminullah menjelaskan bahwa ia telah meneken surat minat penyelamatan situs sejarah dengan pihak pusat, melalui Dinas PUPR juga sudah ada master plan apabila proyek ini berminat dilanjut.
“Sampai hari ini tidak ada hal yang saya khawatirkan dari protes warga terkait IPAL, saya menyambut baik hal itu. Warga yang sadar dan peduli akan sejarah itu yang kita harapkan,” ujarnya.
Maka dari itu, Aminullah mengatakan bahwa, ada itikad baik dari Pemerintah Kota untuk melestarikan peninggalan sejarah yang ada di Kota Banda Aceh.
Sementara itu, Ketua Komisi III DPRK, Teuku Arief Khalifah juga mengutarakan bahwa terkait IPAL selama ini, warga dan pemerintah hanya miss komunikasi saja. Niat Pak Wali sangat ingin melindungi sejarah. Kita harus pahami dulu apa itu IPAL, turun ke lokasi dan lihat langsung.
“Jika ada pihak yang mengatakan di sana kita bangun proyek pembuangan tinja, itu salah besar karena IPAL itu mengolah limbah jadi sesuatu yang bisa dimanfaatkan lagi. Yang keluar nanti air yang bahkan bisa untuk cuci muka. Jadi ayo kita bahas dengan data secara sehat,” kata Teuku Arief
Master of Engineering alumni University of Adelaide, Australia ini, juga menjelaskan bagaimana proses kerja dari IPAL itu sendiri.
“IPAL adalah sistem pengolahan air limbah. Masuk berupa tinja, ada sekat bakteri dan berupa air kotor, dan di kompartemen ke tiga itu berupa air kotor, dan ke empat itu sudah jadi air bersih yang bisa kita cuci muka malahan. IPAL bukan septic tank,” kata Teuku Arief, yang juga mantan konsultan sanitasi kementrian PUPR.
“IPAL ini lingkungannya hanya 3 hektar, bangunannya 3000 m. Dan penemuan enam nisan ‘bersejarah’ juga telah dipindahkan sesuai dengan syariat Islam,” sambungnya.
Selain itu, Ketua Yayasan Warisan Aceh Nusantara (WANSA), Dr. Husaini Ibrahim MA juga menjelaskan teknis penelitian IPAL di gampong Jawa. WANSA melakukan pemetaan Zonasi terhadap situs-situs bersejarah yang terdapat d Gampong Pande dan Gampong Jawa.
“Untuk menggali data arkeologi ada beberapa sistem yg diterapkan. Pertama itu Survey lapangan, kemudian survey bawah tanah, dan ada juga survey bawah air. Kita menggunakan alat sederhana dan juga modern,” ungkapnya.
Husaini juga memaparkan tentang metodologi hingga penggunaan alat dalam penelitian yang dilakukan untuk persoalan situs sejarah.
Kemudian, Mewakili Civil Sosiety, Mantan Ketua Forum Pasca Sarjana Unsyiah, Mulizar juga mengatakan hal yang sama.
“Yang jelas kacamata kami aktivis, yaitu mendatangkan uang dari pusat ke Banda Aceh ini tidak mudah. Mempercantik Banda Aceh ini tidak mudah dan memerlukan dana yang besar. Kita harus dewasa menyikapi polemik ini,” ungkapnya.
Mengenai tentang adanya pertentangan dalam persoalan pembangunan, Mulizar sempat menjabarkan kisah perbedaan pendapat ummat Islam di masa pasca Rasullullah. Bahkan Mulizar menyebutkan bahwa adanya perbedaan perbedaan pendapat adalah hal yang lumrah.
“Proyek IPAL di Kota Mekkah bahkan Pengelolaan Air Limbah di bawah Mesjidil Haram, karena Mesjidil Haram adalah lokasi paling rendah di Kota Mekkah,”jelas Mulizar.
Dalam acara FGD tersebut ikut dihadiri, Kadis PUPR T Jalaluddin, Kadis PK Saminan, Kadis Pariwisata Iskandar, Kabag Pembangunan Ambia, serta Kabag Prokopim (Humas) Said Fauzan, Ketua Yayasan Aceh Kreatif Delky Nofrizal, puluhan mahasiswa, warga kota, dan para aktivis bidang terkait.[]