NUKILAN.id | Banda Aceh – Flower Aceh bersama Konsorsium PERMAMPU menggelar pertemuan perempuan pejabat publik provinsi atau femokrat di Hotel Ayani, Banda Aceh, Senin (2/12/2024). Kegiatan ini bertujuan memperkuat jaringan advokasi serta mendukung pemberdayaan, pemenuhan hak perempuan dan anak, sekaligus meningkatkan kepemimpinan dan partisipasi politik perempuan.
Amrina Habibi, Kabid Pemenuhan Hak Anak (PHA) DP3A Provinsi Aceh, dalam pengantarnya menyoroti pentingnya advokasi isu penghapusan perkawinan usia anak (PPA) dan kekerasan terhadap perempuan (KtP). Ia mengingatkan para peserta untuk menggunakan indikator ketimpangan gender dalam perencanaan kerja dan memperkuat posisi perempuan dalam kepemimpinan.
“Perempuan harus membangun posisi tawar yang kuat dan menunjukkan kemampuan di semua level, bukan hanya di lingkup perempuan. Pemanfaatan media juga penting untuk mengangkat peran perempuan sebagai pemimpin,” ujarnya.
Komisioner KKR Aceh, Sharli Maidelina, berbagi pengalaman tentang advokasi KtP dan anak. Ia menekankan pentingnya kekuatan jejaring, media sosial, serta edukasi bagi penegak hukum terkait regulasi, seperti Undang-Undang Perlindungan Anak.
“Proses advokasi sering terhambat oleh kurangnya pemahaman hukum. Kita juga harus memiliki data konkret, baik dari kasus masa lalu maupun saat ini, agar penanganan isu perempuan dan anak lebih efektif,” jelas Sharli.
Presidium Balai Syura Ureng Inong Aceh, Asmawati, menawarkan solusi berbasis pendidikan agama. Ia mengusulkan penguatan kurikulum muatan lokal yang menekankan peran ayah dalam keluarga serta pentingnya pendidikan anak untuk meningkatkan ketahanan keluarga.
Fasilitator acara, Suraiya Kamaruzzaman, mengapresiasi masukan dari peserta dan menggarisbawahi pentingnya keberlanjutan kegiatan serupa.
“Semoga langkah konkret yang telah kita bahas bisa segera dilaksanakan,” tuturnya.
Di akhir acara, peserta menerima kertas kebijakan berupa rekomendasi dari komunitas perempuan akar rumput. Rekomendasi tersebut mencakup kebutuhan sistem data terpadu korban konflik, rencana induk pemulihan korban, pembangunan museum damai Aceh, prioritas anggaran, peran dayah, pendidikan pranikah, hingga isu iklim dan lingkungan.
Editor: Akil