Nukilan.id – Direktur Eksekutif The Aceh Institute Fajran Zain mengatakan, kehadiran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Aceh terkesan menteror pejabat di Aceh dengan memilih target yang diteror, sehingga nantinya potensi koruptif juga ada di KPK.
“Ketika mereka mencoba hadir sebagai lembaga yang bisa memutuskan nasib orang, tidak menutup kemungkinan terjadinya transaksi-transaksi. Ini pernah terjadi di beberapa kasus, misalnya di Jawa justru kemudian penyidik KPK sendiri yang menjadi masalah, karena mereka lembaga yang super body yang bekerja secara subjectif lalu kemudian diberi kekuasaan besar,” kata Fajran Zain ketika dikonfirmasi Nukilan.id, Selasa (26/10/2021).
Menurut Fajran, persoalan sekarang KPK bekerja tidak intranparansi, kemudian proses bekerja berlarut-larut, dan ketika heboh tidak ada kesimpulan yang ditakutkan, tidak ada tersangka dalam setiap kasus.
“Persoalan ruang-ruang yang subjectif itulah kemudian ditambah dengan kekuasaan yang mereka miliki cenderung menimbulkan penyalahgunaan kekuasaan, yang dapat menjadi potensi korupsi di tubuh KPK sendiri,” jelas Fajran.
Disampaikan Fajran, sebenarnya KPK itu, seperti kita tahu, memang lembaga yang pada zamannya dulu adalah lembaga super body, apabila bermasalah dengan KPK pasti sudah ada keputusan yang independen dan objektif.
“KPK dulu dikenal independensi, cuma KPK sekarang cenderung sudah menjadi lembaga politis, dalam arti KPK dengan powernya itu dia bisa menargetkan sipapun yang kemudian secara subjectif dipandang tidak sejalan dengan kepentingan pihak tertentu. Makanya hari ini sebenarnya banyak perkara kalau sudah berurusan dengan KPK sudah putus urusannya, hari ini tidak seperti itu lagi,” jelasnya.
Jadi–lanjutnya–permasalahan KPK di Aceh hari ini secara psikologis memang akan mengangu performa setiap orang yang dijadikan target KPK, walaupun awalnya hanya sebagai saksi, dan kita tahu pertama dipanggil menjadi saksi, kedua jadi saksi dan kemudian bisa dijadikan tersangka.
“Yang menjadi kendala ada ruang subjectif disana, ada orang-orang yang dijadikan tersangka, dan ada yang berhenti cuma ditingkatan saksi,” kata Fajran.
Untuk itu–Fajran berharap proses penyelidikan KPK di Aceh tidak perlu berlama-lama, harus cepat dan tuntas dibuka ke publik, bahwa sekian lama pemeriksaan ternyata tidak ditemukan kasus dugaan apapun, lalu pulihkan nama baik orang yang dipanggil dengan terbuka kepada publik.
Reporter: Hadiansyah