NUKILAN.id | Jakarta – Kasus dugaan korupsi pengadaan wastafel untuk sekolah di Aceh senilai Rp43 miliar kembali mencuri perhatian publik. H. Fachrul Razi, Ketua Komite I DPD RI, mengkritisi perkembangan terbaru kasus ini dan mendesak adanya penyidikan menyeluruh, terutama terkait dugaan keterlibatan lingkaran kekuasaan.
“Ini bukan kasus korupsi biasa. Ada indikasi kuat keterlibatan aktor-aktor di balik kekuasaan yang harus segera diusut,” ujar Fachrul Razi saat diwawancarai, Minggu (22/9/2024).
Menurutnya, kasus ini tidak bisa hanya berhenti pada pihak-pihak yang sudah dijadikan tersangka. Penyidikan harus diperluas hingga semua pihak yang terlibat, termasuk nama-nama yang muncul dalam persidangan.
Fachrul juga menyoroti salah satu terdakwa, Syifak Muhammad Yus, yang mendapat 159 paket pekerjaan dalam proyek tersebut.
“Bagaimana mungkin seorang ‘anak bau kencur’ bisa mendapatkan proyek sebanyak itu? Ini jelas ada permainan di belakang layar,” tegasnya.
Selain itu, Fachrul Razi menilai ada hubungan kekerabatan yang berperan dalam memuluskan proyek pengadaan wastafel ini. Ia meminta aparat penegak hukum menelusuri lebih dalam keterkaitan keluarga Syifak dengan lingkaran kekuasaan.
Fachrul juga menyinggung temuan Tim Ahli Konstruksi dari Politeknik Negeri Lhokseumawe yang mengungkap adanya ketidaksesuaian dalam pelaksanaan proyek. Menurutnya, ini bukan hanya masalah administratif, tapi juga indikasi adanya praktik mark-up dan penggelapan anggaran.
Tak hanya itu, ia mendesak agar aparat penegak hukum meneliti lebih jauh dugaan keterlibatan pihak-pihak terkait, termasuk mantan Gubernur Aceh Nova Iriansyah dan Bustami Hamzah.
“Kita harus memastikan apakah ada aliran dana yang mengarah ke kepentingan politik atau tidak,” ujar Fachrul.
Sidang perdana kasus ini sendiri telah digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Banda Aceh pada Jumat (21/9/2024). Jaksa Penuntut Umum membeberkan keterlibatan sejumlah pihak dalam proyek pengadaan wastafel untuk SMA, SMK, dan SLB di seluruh Aceh pada tahun anggaran 2020.
Fachrul menegaskan bahwa kasus ini harus menjadi momentum untuk memperbaiki integritas pejabat publik di Aceh.
“Proyek yang semestinya untuk meningkatkan kebersihan jangan sampai malah mencemari nama baik pemerintah dengan tindakan korupsi,” pungkasnya.
Editor: Akil