NUKILAN.id | Banda Aceh – Tren investasi emas yang semakin marak di Aceh dinilai dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi daerah. Guru Besar Ekonomi Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Syiah Kuala (FEB USK), Prof Said Munasdi, mengungkapkan bahwa peralihan aset masyarakat ke dalam bentuk emas berisiko mengurangi likuiditas di pasar.
“Hal ini disebabkan oleh berkurangnya likuiditas dalam masyarakat akibat peralihan aset dalam bentuk emas yang sifatnya tidak produktif,” kata Prof Said Munasdi di Banda Aceh, Senin (10/2/2025).
Ia menjelaskan bahwa kenaikan harga emas yang terus berlanjut mendorong masyarakat untuk menjadikan logam mulia ini sebagai aset perlindungan (safe haven) dan sarana investasi. Namun, kecenderungan ini justru menyebabkan perputaran uang dalam sektor ekonomi produktif menjadi tersendat.
“Ketika masyarakat lebih memilih menyimpan uangnya dalam bentuk emas, uang tersebut tidak berputar dalam aktivitas ekonomi yang dapat mendorong pertumbuhan, seperti investasi di sektor riil atau konsumsi yang meningkatkan permintaan pasar,” katanya.
Menurutnya, investasi emas tidak memberikan kontribusi langsung terhadap peningkatan produksi maupun penciptaan lapangan kerja. Semakin besar jumlah uang yang dialihkan ke dalam bentuk emas, semakin sedikit uang yang beredar dalam perekonomian. Ia mengibaratkan uang sebagai darah dalam tubuh yang harus terus mengalir agar ekonomi tetap sehat.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan ekonomi Aceh tahun ini tercatat sebesar 4,66 persen, masih di bawah rata-rata nasional yang mencapai 5,03 persen. Prof Said menilai bahwa pertumbuhan ekonomi Aceh saat ini masih bergantung pada komponen pengeluaran dan konsumsi. Jika tren investasi emas terus meningkat, maka ekonomi Aceh bisa semakin terhambat.
“Padahal, pertumbuhan ekonomi yang tinggi sangat diperlukan untuk menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” katanya.
Ia menambahkan bahwa investasi yang memberikan efek berganda (multiplier effect), seperti investasi di sektor industri atau bisnis, lebih dibutuhkan agar ekonomi Aceh dapat tumbuh secara berkelanjutan. Namun, meningkatnya ketertarikan masyarakat terhadap emas dapat semakin melemahkan sektor produktif.
Aceh juga menghadapi tantangan lain, yaitu minimnya jumlah investor yang masuk ke daerah ini. Jika lebih banyak masyarakat memilih menyimpan uang dalam emas, masalah likuiditas akan semakin parah.
“Jika kondisi ini berlanjut, daya beli masyarakat bisa menurun karena uang yang seharusnya beredar dalam aktivitas konsumsi dan investasi malah terserap dalam bentuk emas. Dalam jangka panjang, ini dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi Aceh,” katanya.
Editor: Akil