Nukilan.id – Wakil Ketua Panitia Khusus (Pansus) Biro Pengadaan Barang dan Jasa (PJB) Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), Abdurrahman Ahmad menyampaikan bahwa, banyak Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) tahun 2020 yang digunakan Pemerintah Aceh tidak sesuai dengan peraturan Perundang-Undangan.
“Setelah kita bedah rancangan qanun pelaksanaan APBA tahun 2020 yang telah kita bedah selama satu bulan lebih, banyak temuan yang tidak sesuai perundang-undangan,” kata Abdurrahman Ahmad di sela rapat paripurna Rancangan Qanun (Raqan) Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBA tahun 2020, Kamis (19/8/2021).
Diantaranya, kata dia, penggunaan dana otonomi khusus (Otsus), padahal dalam UU nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, di Pasal 183 ayat (1) dijelaskan bahwa, Dana Otonomi Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 179 ayat (2) huruf c, merupakan penerimaan Pemerintah Aceh yang ditujukan untuk membiayai pembangunan terutama pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur, pemberdayaan ekonomi rakyat, pengentasan kemiskinan, serta pendanaan pendidikan, sosial, dan kesehatan.
“Bagitupun dalam Qanun nomor 1 tahun 2018 juga telah diatur. Namun, ternyata pemerintah Aceh masih mengunakan APBA di luar ketentuan undang-undang yang telah diatur,” ujar Abdurrahman yang juga Ketua Fraksi Partai Gerindra itu.
Ia menyebutkan, dalam pemberian bantuan khusus untuk Kabupaten/Kota, pemerintah Aceh dibagikan dalam dua jenis, yaitu bantuan untuk angaran penanganan Covid-19 dan non Covid-19.
“Padahal anggaran Covid-19 tersebut harus digunakan khusus untuk penanganan Covid-19, dalam bidang sosial, ekonomi dan kesehatan, tapi ternyata, di Kabupaten/Kota anggaran itu digunakan untuk hal-hal lain yang tidak bersentuhan dengan penanganan Covid-19,” terangnya.
Kemudian, kata Abdurrahman, Pemerintah Aceh dalam memberikan angaran kepada Kabupaten/Kota tidak sesuai dengan variabel, justru daerah yang sedikit penduduk lebih banyak menerima anggaran tersebut.
“Termasuk anggaran non Covid-19, juga tidak sesuai dengan variabel daerah yang sedikit justru lebih banyak. Seharusnya pemberian anggaran tersebut harus sesuai, jangan pilih kasih,” tuturnya.
Selain itu, juru bicara Badan Anggaran (Banggar) DPRA ini juga mengatakan, pemerintah Aceh dalam penggunaan dana refocusing juga tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
“Tapi, dana refocusing itu malah digunakan ke hal-hal yang lain di luar kepentingan. Dan malah digunakan untuk kepentingan aparatur pemerintah, beli kendaraan dinas dan lain sebagainya,” ungkapnya.
Padahal, kata dia, dalam aturan undang-undang bahwa, dana refocusing itu digunakan khusus untuk penanganan Covid-19.
“Kita ketahui, masyarakat sekarang membutuhkan bantuan untuk keberlangsungan hidup mereka, tapi pemerintah malah tidak peduli. Yang saya ketahui, pemerintah Aceh hanya sekali melakukan pembagian sembako kepada masyarakat, dan itu pada tahap awal Covid-19,” kata Abdurrahman.
“Dan akhirnya banyak anggaran itu tidak terpakai, sehingga terjadi Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) mencapai 3,9 triliun, tidak tergunakan untuk penanggangan Covid-19. Padahal, hari ini masyarakat sangat membutuhkan, semua masyarakat menderita dan terpuruk karena pandemi Covid-19,” sambungnya.
Oleh karena itu, Abdurrahman menilai, pemerintah Aceh tidak serius dalam membangun Aceh terutama dalam meningkatkan kesejahteraan rakyatnya.
“Padahal, selama pandemi Covid-19, masyarakat Aceh sangat terpuruk, ekonomi hancur dan lapangan kerja juga tidak ada,” pungkasnya. []
Reporter: Hadiansyah