DLHK Aceh Temukan 17 Hektare Hutan Negara Dijadikan Kebun Sawit Secara Ilegal

Share

Nukilan.id – Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) IV Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Aceh, menemukan lokasi kawasan hutan Negara yang dijadikan areal perkebunan kelapa sawit di Kecamatan Teluk Dalam Kabupaten Simeulue.

Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) IV Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Aceh, Naharuddin, Jumat (27/1/2023) menyampaikan, pihaknya menemukan 17,6 hektar yang terbukti masuk dalam kawasan hutan negara digarap secara ilegal oleh salah perusahaan.

Untuk itu, pihaknya sudah mengambil tindakan dengan menyegel dan memasang pengumuman peringatan, serta melayangkan surat resmi hasil temuan kepada perusahaan yang diduga buka kebun baru untuk kelapa sawit di kawasan hutan itu.

Surat dengan nomor No. 522.3/143/1/2023, dengan Perihal Penghentian Kegiatan Dalam Kawasan Hutan tersebut juga ditembusan kepada Kapolda Aceh, Penjabat Bupati Simeulue, Kadis Lingkungan Hidup dan Kehutanan Aceh, Kapolres Simeulue, Kadis Perkebunan, Peternakan dan Kesehatan Hewan Simeulue, Kepala BKPH Simeulue. Camat Teluk Dalam dan Kepala Desa Bulu Hadek.

Dirinya menjelaskan, berdasarkan hasil pengecekan oleh Tim BKPH Simeulue KPH Wilayah IV Aceh bersama dengan Camat Teluk Dalam, Kepala Desa dan unsur masyarakat Desa Bulu Hadek, terdapat pembukaan lahan oleh salah satu perusahaan yang berlokasi di Desa Bulu Hadek Kecamatan Teluk Dalam dengan koordinat geografis

Dan hasil overlay dengan peta Kawasan Hutan dan Konservasi Perairan Provinsi Aceh sesuai Keputusan Menteri Lingkungan Hídup dan Kehutanan Nomor SK.580/MENLHK/SEKJEN/2/2018 tentang Perubahan Ketiga Atas Keputusan

Berdasarkan peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 865/Menhut-ll/2014 tanggal 29 Desember 2014 tentang Kawasan Hutan dan Konservasi Perairan Provinsi Aceh, lokasi tersebut berada dalam Hutan Produksi seluas ± 17,47 Ha dan di luar Kawasan Hutan (Areal Penggunaan lain yang belum dibebani alas titel) seluas ± 6,91 Ha.

“Berdasarkan hasil pengecekan, koordinat dan overlay peta kawasan hutan, telah kita layangkan surat resmi kepada PT Raja Marga, untuk segera menghentikan segala aktívitas yang berada di dalam Kawasan Hutan Negara karena bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” tegasnya.

Masih menurut Naharuddin, dalam waktu dekat ini juga akan kembali melakukan pengecekan lokasi lainnya, yang ada di Kecamatan Teupah Selatan, Kecamatan Simeulue Barat dan satu lokasi lagi berada di Kecamatan Teluk Dalam, yang juga diduga digarap PT Raja Marga.

Setelah pihaknya mendapat informasi tambahan dari masyarakat Simeulue, juga diduga berpotensi areal yang sedang digarap oleh perusahaan yang sama itu, masih tanda tanya keabsahan lokasinya serta meminta SKPK dan Pemda setempat untuk rutin koordinasi bila ada kegiata maupun program pembukaan perkebunan atau lainnnya.

Dia juga mengakui, peresonil BKPH yang bertugas di Simeulue sempat mendapat ancaman pasca mencuat ke publik pembukaan kebun kelapa sawit di kawasan hutan negara, namun pihaknya tidak surut serta meminta masyarakat untuk segera melaporkan kepada KPH bila menemukan pelanggaran dan penyalahgunaan lainnya.

“Dari pengakuan petugas BPKH kita di Simeulue, sempat mendapat ancaman, namun persoalan ini tetap kita lanjutkan. Serta dengan telah dipasang peringatan di areal temuan kita itu, jangan ada yang coba – coba untuk melanggar,” tegas Naharuddin.

Naharuddin dalam kesempatan itu sosialisaikan persoalan perkebunan, pihak yang akan melakukan usaha perkebunan di atas Luas 25 hektar harus berbentuk badan hukum serta wajib memiliki izin usaha perkebunan dan hak atas tanah, Berdasarkan Pasal 47 ayat (1) Undang-Undang

Nomor 39 Tahun 2014 disebutkan bahwa “Perusahaan Perkebunan yang melakukan usaha budi daya Tanaman Perkebunan dengan luasan Skala tertentu dan/atau usaha Pengolahan Hasil Perkebunan dengan kapasitas pabrik tertentu wajib memiliki izin Usaha Perkebunan.

Ancaman ketidakpatuhan terhadap Pasal tersebut berupa ketentuan pidana yang terdapat dalam Pasal 105 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 yaitu pidana penjara paling lama 5 (Lima) tahun dan denda paling banyak Rp 10 miliar. []

Read more

Local News