Thursday, May 9, 2024

Diskusi Syawalan ISI-Aceh Dorong Sinergi Menuju Pilkada Damai

NUKILAN.id | Banda Aceh – Ikatan Sosiologi Indonesia (ISI) Aceh menggelar diskusi syawalan yang dihadiri oleh para sosiolog dari berbagai kampus dan lembaga di Aceh, dengan tema utama “Bersinergi Dalam Mewujudkan Pilkada Damai di Aceh”. Acara yang digelar secara virtual ini dimulai dengan e-Halal Bilhalal dan dilanjutkan dengan diskusi rutin bulanan ISI Aceh pada Jumat, (26/04/2024).

Dalam sambutannya, Prof. Dr. Nirzalin, M.Si selaku ketua ISI Aceh, menyatakan bahwa momentum Syawalan tahun ini menjadi semangat bagi para sosiolog untuk berkontribusi dalam mewujudkan Pilkada serentak 2024 yang damai di Aceh. Dia berharap sinergitas antara berbagai pihak dapat membuat Aceh menjadi lebih baik dan diakui baik secara nasional maupun internasional.

Diskusi tersebut melibatkan sosiolog dari Kampus USK, Unimal, UTU, UIN Ar-raniry, Unida, serta para alumni yang aktif di berbagai LSM dan ASN di Pemerintah daerah. Dr. Akmal Saputra, MA, selaku moderator dari Program Studi Sosiologi UTU Aceh, memimpin diskusi untuk menggali ide-ide yang dapat menjadi masukan bagi pelaksanaan Pilkada di Aceh pada November 2024 mendatang.

Diskusi virtual selama 1 jam 30 menit tersebut menghasilkan beberapa rekomendasi bagi penyelenggara pemilu dan para pemilih di Aceh. Rekomendasi tersebut antara lain menggarisbawahi pentingnya penyelenggara pemilu untuk menjalankan tugas dan tanggung jawab berdasarkan aturan yang ada, serta mengedepankan nilai-nilai ke-Acehan dalam penyelenggaraan Pilkada.

Selain itu, disoroti juga pentingnya sinergi lintas penyelenggara pemilu seperti KIP Aceh, Panwaslih Pilkada, dan Panwaslih/Bawaslu Aceh, serta memanfaatkan struktur sampai tingkat gampong untuk mensosialisasikan pendidikan politik kepada para pemilih, khususnya di pedesaan.

Terkait dengan penyelenggaraan Pemilihan Umum di Aceh, beberapa masukan penting telah disampaikan kepada Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh, Panitia Pengawas Pemilihan Umum (Panwaslu) Pilkada, dan Panwaslu/Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Aceh.

Dalam rangka meningkatkan kualitas pelaksanaan Pemilihan Umum, terutama yang diatur dalam Qanun Aceh Nomor 12 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati Serta Walikota dan Wakil Walikota, para pemangku kepentingan menegaskan pentingnya menjalankan tugas dan tanggung jawab sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Selain itu, mereka juga menggarisbawahi perlunya mengedepankan nilai-nilai lokal dalam penyelenggaraan Pemilihan Umum di Aceh. Aceh memiliki kekhasan budaya dan kearifan lokal yang harus menjadi kekuatan tersendiri dalam proses demokrasi. Kehadiran nilai-nilai lokal ini diharapkan dapat membedakan Aceh dari daerah lain dalam pelaksanaan Pemilihan Umum.

Selanjutnya, sinergi antara berbagai lembaga penyelenggara Pemilihan Umum seperti KIP Aceh, Panwaslu Pilkada, dan Bawaslu Aceh juga ditekankan sebagai kunci keberhasilan dalam menjalankan tugas masing-masing. Koordinasi yang baik antar lembaga ini akan memastikan bahwa setiap tahapan pemilihan berjalan sesuai dengan peran dan fungsi yang telah ditetapkan.

Tak hanya itu, para penyelenggara juga diingatkan untuk memanfaatkan struktur organisasi mereka hingga ke tingkat desa untuk melakukan sosialisasi pendidikan politik kepada pemilih, khususnya mereka yang tinggal di pedesaan. Langkah ini dianggap penting untuk meningkatkan pemahaman masyarakat akan pentingnya peran dan partisipasi dalam proses demokrasi.

Selain itu, para sosiolog menyoroti pentingnya pemilihan pemimpin yang berkualitas di Aceh, dengan menekankan perlunya tokoh teknokratik visioner sebagai pemimpin gubernur, wakil gubernur, bupati, dan walikota. Mereka menegaskan bahwa Aceh saat ini tidak lagi dalam situasi konflik, oleh karena itu, karakter kharismatik tidak lagi menjadi prioritas utama.

Dalam sebuah diskusi virtual, disampaikan bahwa pemilih perlu memperhatikan rekam jejak calon pemimpin baik secara langsung maupun digital. Calon pemimpin yang dipilih harus mampu berkontribusi dalam pengembangan Aceh, menjawab tantangan lokal, nasional, dan internasional, terutama dalam bidang pembangunan sosial.

Selain itu, para calon pemimpin juga diharapkan mampu menggali potensi Sumber Daya Manusia (SDM) dan Sumber Daya Alam (SDA) Aceh untuk memajukan daerah tersebut, serta memiliki semangat untuk memperkuat penerapan Syariat Islam sesuai dengan Qanun Aceh tentang Syariat Islam No 11 Tahun 2022, serta menguatkan perdamaian yang tertuang dalam MoU Helsinki.

Dalam konteks ini, para sosiolog menekankan bahwa Aceh membutuhkan tokoh-tokoh teknokratik visioner yang mampu mengatasi tantangan pembangunan berkelanjutan di semua aspek. Dengan tingginya angka kemiskinan di Aceh mencapai 14,45%, strategi-strategi terstruktur dan sistematis diperlukan untuk mengurangi kemiskinan tersebut.

Kolaborasi yang sinergis antara pemimpin teknokratik visioner dan akademisi, khususnya dalam bidang sosial seperti sosiologi dan ekonomi, diyakini mampu mendongkrak pertumbuhan ekonomi di atas 6% dan secara bersamaan mengentaskan kemiskinan secara signifikan. Hal ini dianggap sebagai langkah penting untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Aceh.

Editor: Akil Rahmatillah

spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img

Must Read

- Advertisement -spot_img

Related News

- Advertisement -spot_img