Nukilan.id – PT Pembangunan Aceh (PEMA) mulai Januari 2022 telah melakukan trading (menjual) 6.000 ton sulfur produksi PT Medco kepada pembeli di Pekanbaru, Riau.
Sejak Januari sampai Juni 2022 volume sulfur yang sudah dijual ke pembeli di Pekanbaru mencapai 6.000 metrik ton.
Baca Juga: Rony Widijarto Dikukuhkan Sebagai Kepala Perwakilan Bank Indonesia Aceh
Direktur Utama (Dirut) PT Pembangunan Aceh (PEMA), Ali Mulyagusdin SE MBA Ak CA, mengatakan, dalam pelaksanaan trading sulfur, pihaknya melihat ada potensi besar dalam operasi penjualan sulfur.
Maka untuk menumbuhkan transaksi dan menghidupkan kembali pelabuhan di Aceh, maka pihaknya beralih melakukan operasi di Pelabuhan Kuala Langsa. Pema mulai tahun 2023 telah menggunakan Pelabuhan Kuala Langsa untuk pembuatan dan penjualan komoditi sulfurnya ke Riau.
“Putusan menggunakan Pelabuhan Kuala Langsa tersebut, selain untuk efisiensi, juga menyikapi seruan Pj Gubernur Aceh, Achmad Marzuki, yang menyerukan kepada dunia usaha di Aceh, menghidupkan pelabuhan laut lokalnya,” ujarnya.
Dari koordinasi itu, kata Ali, Aceh mampu menjaga market penjualan lebih baik, artinya ada pendekatan laba sehingga Aceh bisa melakukan operasi tersendiri.
Untuk pembeli, sebutnya, ada PT BUK (Berkah Usaha Kerinci), namun dalam perjalanannya mereka tidak mampu memenuhi salah satu kewajiban mereka.
Lalu dengan mekanisme yang sudah disepakati, kata Ali, pihaknya masuk kepada pembeli kedua yaitu PT Polly Arad Pusaka.
“PT Polly Arad dalam pekan ini sulfur dari sisa stok di KEK Arun Lhokseumawe akan diangkat. Kalau sampai dengan waktunya tidak dilakukan, maka akan melakukan mekanisme penunjukan langsung,” jelasnya.
Ali membeberkan, peminat sulfur Aceh tinggi, peluang pasarnya di dalam negeri juga cukup besar.
Dikatakan, sulfur banyak digunakan untuk pemutih bahan baku kertas, untuk campuran pupuk dan kosmetik.
Baca Juga: Pemerintah Aceh Raih Stand Terbaik Penas-KTNA Padang
“Adapun produksi pertahun itu sekitar 12 ribu metric ton karena sekali angkat itu 3 ribu setiap 3 bulan sekali,” sebutnya.
Diterangkan, di Aceh produksi sulfur cukup banyak yang dihasilkan sejumlah perusahaan migas yang masih beroperasi. Seperti PT Medco, Pertamina Hulu Energi (PT PHE) dan lainnya.
Kedepan, kata Ali, direncanakan untuk mengekspor sulfur tersebut karena kebutuhan di luar negeri juga tinggi.
“Karena ada satu tahap yang harus kita lakukan di Pelabuhan Kuala Langsa, jadi ada step value-added yang harus dilakukan setelah itu kita langsung bisa ekspor,” ucapnya.
Untuk itu, ia memohon doa dan dukungan agar tahun depan bisa dilakukan ekspor sulfur, sehingga selisih harga ambil dengan harga jual menjadi lebih baik dan itu semua untuk Aceh, menjadi pendapatan yang akan disetor melalui kas daerah. [Redaksi]
Baca Juga: Alumni FE USK “Lintas Angkatan” Diminta Tingkatkan Peran dalam Pembangunan Aceh