NUKILAN.id | Banda Aceh – Pemilihan kepala daerah di Aceh tinggal menunggu hitungan bulan. Akan tetapi Pilkada di Aceh kembali menjadi sorotan dengan syarat yang tak biasa. Berbeda dari daerah lainnya di Indonesia, salah satu persyaratan untuk menjadi calon kepala daerah di Aceh adalah bagi calon kepala daerah harus warga Aceh serta mampu membaca Al-Quran dengan baik. Mengapa demikian?
Berdasarkan penelusuran digital yang dilakukan Nukilan.id, landasan hukum yang mengatur hal ini adalah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA), yang kemudian diperkuat dalam Pasal 24 poin b,c, dan e Qanun Aceh Nomor 12 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali Kota dan Wakil Walikota.
Selain harus warga Aceh, Qanun tersebut juga mengatur bahwa setiap bakal calon juga diwajibkan untuk beragama Islam serta taat menjalankan syariat Islam. Hal tersebut menjadikan tes membaca Al-Quran sebagai bagian penting dalam proses seleksi calon kepala daerah.
Syarat ini bertujuan menjadi upaya untuk memastikan bahwa calon kepala daerah memiliki kedekatan dengan masyarakat Aceh dan memiliki pemahaman yang cukup dalam menjalankan kepemimpinan di daerah ini.
Lebih lanjut, Qanun tersebut juga mengaatur setiap calon kepala daerah juga harus bersedia menjalankan butir-butir MoU Helsinki dan UUPA, serta peraturan pelaksanaannya, yang dibuktikan dengan surat pernyataan yang ditandatangani di depan lembaga DPRA/DPRK.
Kebijakan ini sebagai bentuk upaya untuk mempertahankan identitas dan nilai-nilai lokal Aceh. Dengan demikian, persyaratan ini menjadi topik hangat dalam perbincangan publik menjelang pemilihan kepala daerah di Aceh. Seiring berjalannya waktu, publik pun akan terus mengawasi implementasi dari persyaratan ini dalam proses demokrasi di Aceh.
Reporter: Akil Rahmatillah