NAUKILAN.id | Banda Aceh – Dalam persaingan menuju kursi Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh, dua pasangan calon, Bustami Hamzah-Fadhil Rahmi serta Muzakir Manaf-Fadhlullah, sama-sama mengusung visi besar untuk membangun Aceh yang lebih maju. Namun, di tengah berbagai janji tentang ekonomi, tata kelola pemerintahan, penerapan Syariat Islam, serta keadilan sosial, ada satu isu krusial yang luput dari perhatian kedua paslon—yakni kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak.
Baik Bustami-Fadhil maupun Muzakir-Fadhlullah belum menunjukkan komitmen jelas dalam menangani masalah kekerasan seksual yang kian marak di Aceh, khususnya di lingkungan pendidikan. Padahal, kasus-kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak terus meningkat, dan bahkan telah menjadi perhatian nasional.
Bustami Hamzah-Fadhil Rahmi mengusung visi “Aceh Sejahtera, Berkeadilan, dan Beridentitas,” yang menekankan pembangunan ekonomi, akses yang merata terhadap pendidikan dan kesehatan, serta pembangunan berkelanjutan. Sementara itu, Muzakir Manaf (Mualem) bersama Fadhlullah (Dek Fadh) membawa visi “Aceh Islami, Maju, Bermartabat, dan Berkelanjutan,” dengan fokus pada penguatan Syariat Islam, kemandirian ekonomi, serta peningkatan kualitas sumber daya manusia.
Menurut analisis Nukilan.id dalam rincian visi dan misi kedua pasangan ini, tidak ada agenda khusus untuk menangani kekerasan seksual, terutama di institusi pendidikan yang seharusnya menjadi tempat aman bagi anak-anak. Hal ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan masyarakat Aceh, yang melihat bahwa masalah ini sering diabaikan dalam perencanaan kebijakan publik.
Kasus kekerasan seksual di Aceh kerap terjadi di lingkungan pendidikan, dan sayangnya isu ini belum dianggap sebagai prioritas oleh para calon pemimpin daerah. Aceh, sebagai daerah yang menerapkan Syariat Islam, seharusnya menjadi pionir dalam melindungi perempuan dan anak dari berbagai bentuk kekerasan. Jika hal ini tidak diatasi, dampaknya akan merusak masa depan generasi muda.
Minimnya perhatian terhadap isu ini menjadi paradoks bagi Aceh, daerah yang terkenal dengan penerapan hukum Syariat yang ketat. Dalam konteks kekhususan tersebut, masyarakat berharap perlindungan terhadap perempuan dan anak menjadi perhatian utama. Namun, dengan tidak adanya visi dan misi yang secara eksplisit mengaddress kekerasan seksual, baik Bustami-Fadhil maupun Mualem-Dek Fadh terkesan abai terhadap salah satu masalah paling mendesak yang dihadapi Aceh saat ini.
Publik menanti apakah dalam debat-debat mendatang kedua paslon akan merespons kekhawatiran ini dan memberikan solusi konkret. Tanpa langkah nyata, Aceh berisiko terus mengalami peningkatan kasus kekerasan seksual yang tidak tertangani dengan baik, terutama dalam lingkungan yang seharusnya melindungi generasi penerusnya.
Kegagalan mengatasi kekerasan seksual secara serius dianggap sebagai pengabaian tanggung jawab terhadap generasi muda Aceh. Kita berharap para calon pemimpin kita memahami bahwa pembangunan ekonomi dan sosial tidak dapat terpisahkan dari rasa aman bagi perempuan dan anak.
Ke depan, masyarakat Aceh menunggu tindakan nyata dari kedua pasangan calon untuk menunjukkan bahwa mereka benar-benar peduli pada kesejahteraan seluruh warga, termasuk perempuan dan anak yang membutuhkan perlindungan dari ancaman kekerasan. (XRQ)
Penulis: Akil Rahmatillah