NUKILAN.ID | BANDA ACEH – Provinsi Aceh kembali menorehkan catatan penting dalam bidang keamanan dan demokrasi. Berdasarkan data Indeks Demokrasi dan Keamanan Sosial (IDSD) 2025 yang dirilis Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Aceh dinobatkan sebagai provinsi paling aman di Sumatra dengan skor tertinggi, yakni 4,7.
BRIN menjelaskan, skor keamanan dalam IDSD tidak hanya mengukur tingkat kriminalitas, melainkan juga mencakup aspek sosial, politik, dan hukum. Indikator yang digunakan antara lain penanganan terorisme dan radikalisme, kinerja kepolisian dalam menjaga ketertiban, serta jaminan kebebasan pers dan ruang demokrasi di daerah.
Dengan capaian tersebut, Aceh dinilai mampu menjaga stabilitas sosial-politik di tengah dinamika pembangunan daerah. Prestasi ini juga dianggap sebagai sinyal positif bahwa Aceh tidak hanya mampu merawat perdamaian pascakonflik, tetapi juga konsisten memperkuat fondasi demokrasi dan rasa aman warganya.
Namun, Sosiolog Aceh, Dr. Masrizal, memberikan catatan kritis. Ia menilai, data yang menunjukkan skor keamanan tinggi tidak serta-merta dapat disamakan dengan kenyamanan sosial yang benar-benar dirasakan masyarakat di lapangan.
“Skor keamanan tinggi di Aceh belum tentu mencerminkan rasa aman yang benar-benar dirasakan masyarakat Aceh sehari-hari,” ujarnya.
Masrizal menambahkan, dalam kajian sosiologi, rasa aman merupakan konsep yang jauh lebih kompleks daripada sekadar indikator menurunnya angka kriminalitas atau kekerasan. Rasa aman, kata dia, juga harus dipahami sebagai hasil dari terciptanya kondisi sosial yang adil, setara, dan terbuka terhadap partisipasi masyarakat.
“Dari perspektif sosiologi, rasa aman tidak hanya ditentukan oleh berkurangnya kekerasan, tetapi juga oleh adanya keadilan, kesetaraan, dan partisipasi dalam proses pengambilan keputusan. Serta nyamannya masyarakat Aceh dalam beribadah sesuai keyakinannya masing-masing,” jelasnya.
Lebih lanjut, Kabid Agama dan Sosial Budaya FKPT Aceh tersebut menekankan bahwa di Aceh, dimensi religiusitas masyarakat tidak bisa diabaikan dalam menilai rasa aman. Bagi sebagian besar warga, keamanan tidak hanya terkait dengan situasi sosial atau politik, melainkan juga erat kaitannya dengan kebebasan menjalankan ajaran agama secara tenang dan tanpa gangguan.
“Secara spesifik jika melihat konteks Aceh aman itu dilihat dari bagaimana masyarakat tersebut nyaman dalam beribadah,” ungkapnya.
Selain itu, Masrizal menilai keberhasilan Aceh meraih skor tinggi dalam indeks keamanan tidak bisa dilepaskan dari peran penting modal sosial yang tumbuh di tengah masyarakat pascakonflik. Menurutnya, tanpa adanya jaringan sosial dan rasa saling percaya yang terbangun, capaian ini tidak mungkin bisa diraih.
“Capaian keamanan di Aceh berkaitan erat dengan modal sosial masyarakat Aceh dalam merawat perdamaian pascakonflik,” katanya.
Ia kemudian mengurai lebih jauh mengenai apa yang dimaksud dengan modal sosial tersebut. Bukan hanya sekadar hubungan antarindividu, melainkan juga seperangkat norma dan nilai yang menjadi perekat sosial dan mendorong masyarakat untuk bekerja sama demi kepentingan bersama.
“Modal sosial ini mencakup jaringan sosial, norma, dan kepercayaan yang memungkinkan masyarakat bekerja sama dan membangun kepercayaan satu sama lain,” pungkas Masrizal yang ini juga sebagai Koordinator Prodi MDRK SPS-USK. (XRQ)
Reporter: Akil