Nukilan.id – Pemerintah Aceh hingga Desember 2020 belum juga menerima Hak Partisipasi atau Participacing Interest (PI) sebesar minimal 10 persen dari 3 Wilayah Kerja (WK) Migas seperti WK Blok A, WK Lhokseumawe dan WK Migas Rantau di bawah kewenangan Badan Pengelola Migas Aceh (BPMA).
Baca juga: BPMA: Pengelolaan Minyak dan Gas di Aceh Terkendala Regulasi Pusat
Padahal itu diatur jelas dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2015 tentang pengelolaan bersama sumber daya alam minyak dan gas bumi di Aceh yang menyatakan, kontraktor wajib menawarkan PI paling sedikit 10 persen kepada Badan Usaha Milik Aceh (BUMA).
Menanggapi hal itu, Kepala BPMA Teuku Mohamad Faisal melalui Deputi Dukungan Bisnis BPMA Afrul Wahyuni mengatakan, ketiga wilayah kerja ini memiliki persoalan yang berbeda sehingga Pemerintah Aceh belum juga menerima Hak Partisipasi.
“Untuk wilayah kerja Migas Rantau penyebabnya karena pengawasan dan pengelolaan wilayah kerja itu masih di bawah Satuan Kerja Khusus (SKK) Migas. Hal itu terjadi karena kontrak wilayah kerja Pertamina itu dalam satu kontrak nasional,” jelas Afrul, Minggu (7/3/2021).
Jadi, sambung Afrul – harus dikeluarkan dulu (dari kontrak sepaket nasional) dan buat kontrak baru di bawah kewenangan BPMA. Nah di kontrak baru itu bakal ada mekanisme penawaran PI-nya nanti. Ini sedang berproses dan dari timeline setidaknya 2021 ini sudah selesai.
Baca juga: RS Zainoel Abidin Renovasi Delapan Ruangan, Pasien Dipindah Sementara
Kemudian, lanjutnya – untuk wilayah kerja Lhokseumawe saat ini masih dilakukan uji kepatutan dan kelayakan oleh PT Pembangunan Aceh (PEMA). Sebab wilayah kerja Lhokseumawe ini statusnya baru naik dari eksplorasi ke eksploitasi.
“Lagi menghitung keekonomian ulang, jadi plan of development (POD) sudah disetujui oleh Menteri ESDM. Makanya sekarang sedang dilakukan uji kepatutan itu. Kalau sudah selesai, nanti akan jalan sesuai dengan regulasi yang ada,” jelas Afrul.
Sementara itu, kata Afrul, mengenai wilayah kerja Blok A, awalnya sewaktu perpanjangan kontraknya 2011 lalu, pengelola wilayah kerja Blok A yakni PT Medco E&P Malaka sebenarnya sudah menawarkan PI, namun sampai 60 hari batas pengajuan PI, Pemerintah Aceh belum juga memberikan jawaban.
Baca juga: Mulai Rabu, Tol Sibanceh Seksi 3 Dibuka Gratis
“Tapi kemudian ini terbuka lagi peluang untuk ditawarkan kembali PI. Sebenarnya Gubernur Aceh sudah menyampaikan surat ke PT Medco E&P Malaka sebagai pengelola wilayah kerja Blok A. Tapi ini sedang ditinjau karena Medco ingin berdiskusi kembali, karena keterkaitannya dengan keekonomian wilayah kerja ini, masih minus” ujar Afrul.
Intinya, tambah Afrul, ini semua masih berproses. Inikan karena ada hal-hal yang terlewati di masa lalu, atau kontrak-kontrak yang sudah ada sebelum lahirnya PP Nomor 23 Tahun 2015 (Pembentukan BPMA). Tapi semuanya itu sedang berproses dalam pengembalian hak-hak Aceh sesuai regulasi tersebut.
Hindari arus kas negatif
PI minimal 10 persen merupakan sebuah kewajiban yang diatur dalam regulasi. Namun PT PEMA sebagai BUMA perlu melakukan uji kepatutan untuk menghindari arus kas negatif dari perusahaan pengelola Wilayah Kerja.
Afrul menjelaskan, beberapa operasi migas cuma mendukung kebutuhan pasokan minyak dan gas, dan itu akan ditanggung oleh negara untuk bagian-bagian yang minusnya.
“Jadi, itulah alasan setiap dilakukannya PI, PT PEMA sebagai BUMA akan melakukan uji kepatutan tadi. Kalau nanti kejadiannya arus kasnya negatif, ngapain kita ambil PI,” ungkap Afrul.
Ia berharap, kalau cepat dilakukan uji kepatutan oleh PT PEMA di tahun 2021 ini, maka Wilayah Kerja Lhokseumawe akan cepat mendapatkan kontrak Participacing Interest (PI), walaupun produksinya masih diperkirakan pada 2024. Dan mudah-mudahan proses PI dan pengembalian hak-hak Aceh cepat selesai.
Baca juga: Pemerintah Sepakat Cabut RUU Pemilu dari Prolegnas 2021