Sunday, April 28, 2024

Bersatu untuk Keadilan Akhiri Perdagangan Manusia dan Kerja Paksa, Kemlu RI Gelar Seminar Nasional dengan Yayasan IJM

NUKILAN.id | ​Jakarta – Direktorat Perlindungan Warga Negara Indonesia Kementerian Luar Negeri, bekerja sama dengan Yayasan Integritas Justitia Madani Indonesia (Yayasan IJMI), telah menyelenggarakan Seminar Nasional bertajuk “Bersatu untuk Keadilan Akhiri Perdagangan Manusia dan Kerja Paksa” (27/3). Seminar Nasional menghadirkan para pemangku kepentingan serta tokoh yang bergerak dalam upaya penghapusan perdagangan manusia di Indonesia.

Tujuan seminar ini adalah guna meningkatkan kesadaran dan pemahaman masyarakat tentang perdagangan manusia dan kerja paksa, termasuk bentuk-bentuk baru seperti online scam; membangun kolaborasi dan sinergi antara pemerintah, organisasi non-p​​emerintah, akademisi, dan masyarakat sipil dalam memerangi perdagangan manusia dan kerja paksa; merumuskan langkah-langkah konkret dan solusi inovatif untuk menanggulangi perdagangan manusia dan kerja paksa.

Acara ini bertujuan untuk membuka ruang diskusi yang mendalam dan membangun kesadaran bersama mengenai isu kerja paksa dan perdagangan orang, serta mendorong kolaborasi lintas-sektor untuk mengatasi masalah ini.

Pemerintah Indonesia telah menegaskan komitmennya untuk mengakhiri praktik Perdagangan Manusia dan Kerja Paksa melalui Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dan berbagai instrumen hukum terkait lainnya. Lebih lanjut, Pemerintah juga telah mengeluarkan Peraturan Presiden (PERPRES) Nomor 19 Tahun 2023 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang Tahun 2020-2024 sebagai upaya membentuk dan memperkuat satuan yang bertugas mencegah dan menangani kasus perdagangan orang, dengan Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang Tahun 2020-2024 sebagai panduan operasional.

Meskipun demikian, tantangan masih terus ada. Kasus-kasus baru, seperti Forced Scamming (kerja paksa), utamanya di premis-premis online scam di negara Asia Tenggara tetap meningkat, meskipun upaya pencegahan telah dilakukan melalui berbagai platform.

Kementerian Luar Negeri telah bekerja sama dengan berbagai sektor untuk lakukan edukasi dan upaya pencegahan yang luas, baik melalui media social maupun sosialisi di daerah-daerah asal mayoritas korban. Namun masih banyak WNI yang terkena bujuk rayu lowongan kerja di sektor-sektor yang berisiko di Kawasan Asia Tenggara, sehingga upaya edukasi secara masif harus terus dilakukan.

Direktur Jenderal Protokol dan Konsuler Kementerian Luar Negeri Andy Rachmianto yang hadir sebagai keynote speaker mengatakan bahwa secara keseluruhan, kasus-kasus terkait WNI di luar negeri terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2023, terdapat 53.598 kasus dari sebelumnya 35.149 kasus pada tahun 2022. Namun demikian, di tengah terus meningkatnya jumlah kasus tersebut, Kementerian Luar Negeri juga terus meningkatkan persentase penyelesaian kasus, yaitu mencapai 90,28% pada tahun 2021, 91,50% pada tahun 2022, dan 92,02% pada tahun 2023.

Sementara itu Direktur Pelindungan WNI Kementerian Luar Negeri Judha Nugraha mengatakan bahwa Kementerian Luar Negeri mengedepankan 4P, yaitu (1) Protection of Victim (identifikasi korban / bukan korban TPPO); (2) Prosecution (penegakan hukum bagi pelaku di Indonesia maupun di negara tujuan); (3) Prevention (langkah pencegahan yang efektif); dan (4) Partnership (perlunya kerja sama dengan seluruh stakeholders termasuk negara transit dan negara tujuan.

Turut hadir pula dalam seminar ini wakil dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Pelindungan Anak, Kementerian Ketenagakerjaan, Bareskrim Polri, Komnas HAM, IJMI dan Apindo.​

Kementerian Luar Negeri dan Yayasan IJMI berharap bahwa seminar ini dapat menjadi langkah efektif dalam meningkatkan kesadaran masyarakat akan bahaya TPPO dan kerja paksa, serta mendorong komitmen bersama untuk melakukan upaya pencegahan dan penegakan hukum guna menghapuskan praktik perdagangan manusia dan kerja paksa.

Editor: Akil Rahmatillah

spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img

Must Read

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img

Related News

- Advertisement -spot_img