NUKILAN.id | Banda Aceh – Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Saifullah, seorang bendahara desa di Kabupaten Aceh Utara, dengan hukuman 15 bulan penjara dalam kasus korupsi dana desa yang menyebabkan kerugian negara hingga Rp 97 juta. Tuntutan tersebut dibacakan oleh JPU Zilzaliana dari Kejaksaan Tinggi Aceh dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Banda Aceh, Kamis (3/10/2024).
Sidang dipimpin oleh majelis hakim yang diketuai Fauzi, dengan hakim anggota Harmi Jaya dan R. Deddy Harryanto. Dalam persidangan, terdakwa Saifullah hadir bersama penasihat hukumnya.
Selain pidana penjara, JPU juga menuntut Saifullah untuk membayar denda sebesar Rp 50 juta dengan ketentuan subsidair tiga bulan penjara jika denda tersebut tidak dibayarkan. Saifullah juga diwajibkan mengembalikan kerugian negara sebesar Rp 97 juta. Jika tidak mampu membayar, maka ia akan dipidana tambahan selama 10 bulan penjara.
“Perbuatan terdakwa melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 Ayat (1) huruf a dan b, Ayat (2), Ayat (3) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) KUHP,” ujar Zilzaliana dalam persidangan.
Dalam tuntutannya, JPU menjelaskan bahwa Desa Meunasah Lhok, Kecamatan Muara Batu, Kabupaten Aceh Utara, menerima transfer dana desa sebesar Rp 716,3 juta yang bersumber dari APBN 2019, serta alokasi dana gampong sebesar Rp 54,7 juta. Terdakwa Saifullah, yang saat itu menjabat sebagai bendahara desa, bersama Kepala Desa Meunasah Lhok bernama Ikbal, menarik dana tersebut dengan total Rp 771 juta yang digunakan untuk sejumlah kegiatan desa, di antaranya pembangunan jalan beraspal dan MCK.
Namun, pembangunan tersebut tidak sesuai dengan spesifikasi yang telah direncanakan.
“Terdapat kekurangan volume pekerjaan, baik dalam pembangunan jalan maupun MCK,” kata Zilzaliana.
Selain itu, terdakwa juga terbukti tidak menyetorkan pajak ke kas negara sesuai dengan ketentuan.
Berdasarkan hasil persidangan, kerugian negara yang ditimbulkan dari perbuatan terdakwa mencapai Rp 97 juta. Kerugian tersebut mencakup pembangunan yang tidak sesuai dengan realisasi anggaran dan pajak yang tidak disetorkan. Selain itu, sisa dana desa digunakan di luar peruntukan yang telah ditetapkan dan tidak dapat dipertanggungjawabkan oleh terdakwa.
Majelis hakim memutuskan untuk melanjutkan persidangan pada pekan depan dengan agenda mendengarkan pembelaan dari terdakwa Saifullah. Persidangan ini menjadi sorotan publik karena menyangkut dana desa yang seharusnya digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, namun disalahgunakan oleh oknum perangkat desa.
Kasus ini bukan yang pertama kali terjadi di Aceh. Sebelumnya, kasus korupsi dana desa juga menjerat seorang mantan kepala desa di Pidie yang divonis empat tahun penjara. Kejadian ini mencerminkan pentingnya pengawasan dan transparansi dalam pengelolaan dana desa agar tidak disalahgunakan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.
Editor: Akil