NUKILAN.ID | BANDA ACEH – Dukungan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian terhadap Gubernur Sumatra Utara, Bobby Nasution, dalam kerja sama pengelolaan empat pulau kembali memicu kecurigaan publik. Akademisi Universitas Syiah Kuala (USK), Aryos Nivada, menilai langkah tersebut seharusnya ditanggapi secara lebih bijak oleh Mendagri.
“Harusnya, sebagai regulator Pak Tito menangkap protes Aceh dan secepat mungkin menyelesaikannya,” ujar Aryos saat memberikan tanggapan kepada Nukilan.id, Rabu (11/6/2025).
Aryos yang juga pengamat politik dan keamanan menekankan bahwa protes terkait status empat pulau tersebut bukan hal baru. Isu serupa telah mencuat sejak 2017 dan berulang pada 2018, 2022, hingga yang terbaru pada 2025.
“Itu semua indikasi kuat ada masalah serius terkait dengan keputusan menempatkan 4 pulau milik Aceh ke wilayah administrasi Tapanuli Tengah, Sumut,” kata Aryos.
Menurutnya, narasi kerja sama pengelolaan pulau-pulau itu justru melukai kesadaran masyarakat Aceh yang meyakini bahwa empat pulau tersebut merupakan bagian dari wilayah Aceh sejak lama.
“Orang Aceh pasti menaruh curiga, ada agenda apa Menteri Tito sehingga berani mengabaikan semua fakta kepemilikan Aceh terhadap 4 pulau yang berada di Singkil itu,” ujar Aryos.
Ia menambahkan, berdasarkan sejumlah kajian, diketahui bahwa terdapat potensi sumber daya migas yang cukup besar di Blok Singkil dan Blok Meulaboh. Hal inilah yang menurutnya dapat memperkuat dugaan adanya motif penguasaan sumber daya alam di balik kebijakan tersebut.
“Jangan salahkan publik jika menaruh curiga ke sana, ini pasti ada agenda untuk menguasai eksploitasi blok migas Singkil. Agar mudah urusan maka kepemilikan 4 pulau dipindah ke wilayah Tapteng, Sumut,” ujarnya.
Aryos pun mendesak seluruh pemangku kepentingan di Aceh untuk bersatu menolak skenario kerja sama apabila status administratif keempat pulau tersebut belum dikembalikan kepada Kabupaten Aceh Singkil.
“Bek them ile,” tegas Aryos. (XRQ)
Reporter: Akil