Nukilan | Feature- Aceh Tengah sedang mati suri. Banyak persoalan yang bermunculan, membutuhkan kemampuan dan keseriusan dalam menyelesaikanya. Apa upaya yang akan dilakukan Pj Bupati Aceh Tengah dalam “menyelamatkan” Aceh Tengah yang sedang sakit ini?
Apakah Pj Bupati Aceh Tengah Subandy hanya mengeluarkan “jurus” cari selamat? Menyelesaikan tugasnya hanya sekedar kewajiban, hingga terlantiknya bupati/wakil bupati terpilih pada Januari 2025.
Atau benar benar serius menata negeri yang sedang “sakit” ini. Publik berharap Pj Bupati Aceh Tengah Subandy serius memperbaiki tatatan daerah yang sudah mati suri ini, lesu darah.
Bukan hanya sekedar memakai jurus mencari selamat hingga terlantiknya bupati terpilih Janurai 2025 (itu juga kalau tidak ada sengketa Pilkada). Bukan hanya melakukan sejumlah kegiatan serimonial, apalagi Pj Bupati merupakan putra daerah dan didukung oleh Pj Sekda yang dipilih Subandy.
Berbeda dengan Pj sebelumnya, T. Mirzuan yang tidak mendapat dukungan Sekda (Subandy) dalam melaksanakan kegiatanya. Mirzuan hanya melaksanakan kegiatan apa adanya, tidak berani melakukan terobosan. Dia hanya mengupayakan biduk haluan selamat sampai ke pulau harapan.
Sejumlah persoalan daerah muncul kepermukaan. Catatan penulis, semua persoalan itu muaranya ke tampuk pimpinan. Bila Pj Bupati Aceh Tengah serius mengatasinya, satu persatu persaoalan itu mampu disederhanakan, diselesaikan dengan baik.
Kondidi daerah saat ini tidak terlepas dari peran Subandy ketika memegang jabatan Sekda. Sudah menjadi rahasia publik, dinas- dinas di Aceh Tengah saat ini mati suri. Bukanlah berlebihan kalau disebutkan dinas dinas itu sepi. Apalagi Pj Bupati kurang harmonis dalam membangun komunikasi. Hanya kelompok tertentu yang menjadi kepercayaan Pj Bupati.
Persoalan anggaran, defisit daerah menjadikan dinas-dinas ini lesu darah. Jangankan untuk mengerakan kegiatan, untuk operasional dinas, banyak dinas yang “kelimpungan”. Apalagi mereka harus menyiapkan dana yang diluar perhitungan.
Catatan penulis, saat menjelang dilangsungkan PON di Aceh Tengah dan paska PON, banyak dinas yang harus mengeluarkan biaya ekstra untuk menyukseskan PON. Misalnya, para kepala dinas mengerahkan satuanya untuk membersihkan arena.
Gotong royong itu membutuhkan biaya yang ditanggung dinas, minimal untuk minum, snack mereka dilapangan. Sementara pos untuk itu tidak ada, dan kegiatan gotong royong itu bukan hanya sekali dilaksanakan.
Pada saat gotong royong Pj Bupati Aceh Tengah, Subandy menjanjikan akan mencairkan TC (tunjangan kinerja) ASN. Namun kenyataanya janji itu sampai saat ini belum diketahui apakah akan terealisasi.
Masalah di daerah penghasil kopi ini cukup kompleks, mulai dari defisit anggaran dan sejumlah persoalan lainya. Dampak dari defisit, Pegawai Negeri Sipil (PNS) menjadi korban. Dinas-dinas lesu darah tidak “bergerak” lebih banyak menunggu.
Ada persoalan lainya, sejumlah jabatan banyak yang kosong, sehingga memunculkan persoalan baru bila dibiarkan. Hingga saat sekarang ini sudah menjadi rahasia umum banyak jabatan yang lowong.
Padahal di sejumlah jabatan itu banyak kegiatan yang memerlukan pertanggungjawaban. Siapa yang akan bertanggungjawab bila sampai habis masa anggaran jabatan itu masih kosong?
Dilain sisi masyarakat diberatkan dengan melonjaknya pajak yang kenaikanya mengejutkan. Demikian dengan soal jual beli tanah, terasa di masyarakat sangat memberatkan. Daerah mengalami defisit, namun masyarakat “dipaksa” mendongkrak PAD melalui kenaikan nilai pajak.
ASN dan Pajak
Soal defisit membawa dampak sangat besar pada ASN di Aceh Tengah. Mereka harus menanggung beban untuk menutupi defisit. Hak hak mereka hilang. Lantas bagaimana kinerja mereka? Perkantoran sepi.
“Kami menjadi korban dengan defisit anggaran. Tunjangan kinerja kami tidak jelas. Tunjangan kinerja kami untuk menutup defisit, sehingga kami tidak pernah mendapatkan TC sudah mencapai 10 bulan,” sebut salah seorang ASN yang enggan jati dirinya disiarkan.
Nilai TC ini tergantung klasifikasinya. Secara keseluruhan cukup besar, milyaran rupiah. Padahal ASN sangat berharap ada TC yang mereka terima. Karena rata rata ASN banyak yang “menggadaikan” SK nya di bank. Otomatis nilai yang mereka terima berkurang setiap bulanya, setelah adanya pemotongan bank.
Salah satu harapan ASN dalam membantu penghidupan keluarga adalah TC. Namun daerah defisit, TC ASN tidak ada kejelasan, walau Pj Bupati Subandy menjanjikan akan merealisasikanya. Namun kapan dan berapa bulan? Defisit telah membuat TC ASN sebagai satu langkah upaya menutupi kekurangan daerah.
Sementara itu demo yang dilakukan petugas kebersihan ke DPRK Aceh Tengah soal honor mereka pada bulan Desember 2023 yang belum dibayarkan pemerintah daerah, sampai kini juga belum ada kejelasan.
Dilain sisi, masyarakat juga dikejutkan dengan kenaikan pajak, baik untuk penginapan, makanan, dan pajak jual beli tanah, serta kenaikan sewa ruko Pemda.
Publik pada prinsipnya bukan keberatan dengan pembayaran pajak, namun kenaikan yang “mendadak” tanpa mempertimbangkan keadaan ekonomi belum membaik, membuat banyak pihak yang melakukan protes atas kenaikan pajak ini.
Menyinggung soal BPRS Gayo, nasabah menyesalkan sikap Pemda Aceh Tengah yang memilih diam. Padahal Pemerintah daerah memilki sebuah bank yang mentereng, namanya BPRS. Dimana pemerintah kabupaten Aceh Tengah sebagai komisarisnya. Bank itu bermasalah, uang nasabah raib dari bank ini.
Persoalannya memang sedang ditangani pihak Polda Aceh dan OJK (Otoritas Jasa Keuangan) dan pihak penyidik. Namun nasib nasabah juga tidak ada kejelasan. Sebagai pemilik saham, pemerintah daerah tidak pernah memberikan pemahaman, penjelesan kepada nasabah yang sudah dirugikan.
Pemerintah daerah memilih diam dan menyerahkan persaoalan itu kepada OJK dan penyidik. Seharusnya demi kenyamanan dan kepercayaan publik kepada bank pemerintah, pemda memberikan penjelasan bagaimana sudah perkembangan bank ini, bagaimana nasib nasabah, apa yang sudah dilakukan Pemda. Namun pemda tidak berupaya melindungi dan memberikan kenyamanan kepada nasabahnya.
Soal defisit
Bagaimana sudah perkembangan defisit Aceh Tengah? Apa yang sudah dilakukan Subandy berduet dengan Erwin Pratama sebagai Sekda? Publik bagaikan sulit mendapatkan informasi, petinggi di Aceh Tengah ini tertutup untuk publik.
Berulang kali penulis mencoba menghubungi untuk mendapatkan keterangan, namun informasi itu masih sangat mahal didapatkan dari seorang Subandy dan Pj Sekda.
Seharus Subandy yang lebih mengetahui secara persoalan ini, karena sebelumnya dia menjabat sebagai Sekda Aceh Tengah yang secara otomatis menjadi ketua ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD). Dia harus memberikan penjelasan ke publik soal apa yang dialami daerah.
Sebelumnya disebut sebut defisit di daerah ini mencapai Rp 119 miliar lebih. Bagaimana kini keadaanya? Masih sulit didapatkan gambaranya dan apa yang sudah dilakukan Pj Bupati dan Sekda dalam menyelesaikan persoalan yang membawa dampak pada banyak sisi penghidupan ini.
Kini dikabarkan Pemerintah daerah akan mengeluarkan Perbup untuk anggaran tahun 2025. Alasanya klasik, karena Pimpinan DPRK Aceh Tengah yang baru dilantik belum mendapatkan legitimasi untuk mengesahkan anggaran.
Tetapi bila diurai akar persoalanya, bukan sepenuhnya keterlambatan itu berada di dewan. Walau Dewan sebelumnya lambat membahas anggaran. Terjadi tarik ulur, pihak eksekutif juga lambat mengajukan pembahasan anggaran yang sudah ditetapkan sesuai jadwal.
Sementara itu, komunikasi antara eksekutif dan legeslatif saat ini belum “harmonis”. Masing masing masih dengan prinsipnya. Penulis sampai saat ini belum mengetahui adanya pertemuan harmonis antara eksekutif dan legeslatif. Sebuah pertemuan khusus dalam membangun komunikasi yang baik.
Sementara dilain sisi, Dinas-Dinas di Aceh Tengah “lesu” darah. Mereka lebih banyak menunggu disaat negeri ini sedang sakit, anggaran yang tidak ada, ditambah TC ASN belum ada kepastian, telah membuat aktivitas mati suri.
Aceh Tengah sedang sakit. Masyarakat berharap Pj Subandy mampu mendapatkan obat penawar, bukan membiarkanya dan hanya mencari jurus selamat dalam melaksanakan tugas. Hanya melaksanakan rutinitas dan seriomonial.
Apalagi Subandy sebagai putra daerah yang mendapat dukungan dari Sekda atas kepercayaan Subandy. Berbeda dengan Pj saat dijabat Mirzuan, yang ada batu sandungan dalam melangkah.
Publik menunggu apa yang akan dilakukan Subandy dalam “mengobati” luka, dimana hadirnya luka ini ada peran Subandy didalamnya ketika menjabat Sekda, sebagai ketua TAPD.
Mampukah Subandy melakukanya, atau hanya mencari jurus selamat, atau kembali melempar handuk seperti yang pernah dia lakukan sebelumnya. Masyarakat sangat berharap, duetnya Subandy dengan Erwin Pratama mampu membawa perubahan, menjadi penawar negeri yang sedang sakit. **** Bahtiar Gayo