Akademisi USK: Perencanaan Pembangunan Ekonomi Aceh Gagal

Share

Nukilan.id – Akademisi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Syiah Kuala, Dr Amri dalam diskusi publik “16 Tahun MoU Helsinki dan Kesejahteraan Rakyat” yang di selenggarakan Hurriah Foundation mengatakan bahwa perencanaan pembangunan ekonomi Aceh gagal.

“Indikator kegagalan perencanaan Aceh bisa dilihat dari silpa setiap tahunnya, pada tahun 2020 saja silpa APBA sebesar Rp3,96 Trilyun. Ini bukti bahwa perencanaan pembangunan Aceh gagal,” ujar Dr Amri kepada Nukilan.id, Rabu (11/8/2021) di Banda Aceh.

Menurutnya, kalau merujuk pada MoU Helsinki dan Undang-Undang Pemerintah Aceh (UUPA) bagus sekali. Dan harus di ingat, UU Nomor 11 Tahun 2006 itu adalah undang-undangn Republik Indonesia tentang Pemerintah Aceh.

Dr Amri menyebutkan, setelah dirinya membaca MoU Helsinki bahwa, kesimpulan UUPA itu, menekankan pada 4 aspek. Pertama pemberdayaan ekonomi masyarakat kecil dan korban konflik. Kedua, Pemberdayaan sumber daya manusia (SDM). Ketiga, Pemberdayaan Politik. Dan keempat pemberdayaan sosial dan budaya.

“Aceh punya kekhususan dan keistimewaan sesuai dengan MoU Helsinki dan UUPA. Sementara realitasnya kesejahteraan masyarakat Aceh tidak tercapai. Karena yang direncanakan lain, yang dikerjakan lain oleh Pemerintah Aceh, yang direncanakan Aceh Hebat sesuai dengan Qanun RPJM yang dikerjakan Aceh Bereh,” urainya.

Sementara itu, menurut Dr Amri, pertumbuhan ekonomi Aceh terendah di Sumatera. kondisi ekonomi masyarakat Aceh dilihat secara indikator makro ekonomi. Provinsi Aceh sangat menyedihkan. Antara lain, pertumbuhan ekonomi 2.6 persen. Terendah di Sumatera. Tingkat kemiskinan 15,43 persen, dan di perdesaan 17,96 persen. Ini angka yang cukup parah tingkat kemiskinan di perdesaan Aceh.

“Begitu juga halnya dengan tingkat pengangguran, juga nomor 1 di sumatera, dengan angka gini rasio 0,319, yang menyejutkan tidak terjadi pemerataan ekonomi di 23 kabu kota, 286 kecamatan dan 6459 gampong,” sambungnya.

Kata Dr Amri, pada umumnya, 5,5 juta masyarakat Aceh hidup di sektor pertanian, masyarakat dipinggir laut hidup di sektor perikanan baik tambak maupun laut. Ditengah-tengah masyarkatnya hidup di sektor perkebunan. Sementara anggaran perencanaan tidak berfokus kepada bidang tersebut. Sehingga masyadakat Aceh terus dalam hidup kemiskinan. Tidak mungkin sejahtera rakyat Aceh kalau setiap tahun perencanaan pembangunan ekonomi begini terus.

“Siapa yang bertanggung jawab terhadap situasi Aceh ini? Mengapa bisa begini, dimana letak kesalahannya dan siapa yang paling bertanggungwab tentang persoalan ini. Sementara pemerintah pusat telah memperhatikan Aceh berarti kesalahannya terletak pada pemerintah Aceh yang salah mengurus manajemen anggaran,” ungkap Dr Amri sebagai pemegang sertifikat Planning dan budgting baik pada level nasional maupun internasional, dari Graduate Research Institute for Policy Studies (GRIPS) Tokyo Jepang.

spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img

Read more

Local News