NUKILAN.ID | BANDA ACEH – Direktur Utama PT Pembangunan Aceh (PEMA), Mawardi Nur, memaparkan sejumlah capaian perusahaan dalam empat bulan terakhir saat menjadi pemateri pada sebuah Focus Group Discussion (FGD) beberapa waktu lalu. Dalam forum tersebut, ia menyebut PEMA berhasil melahirkan tujuh flagship project yang saat ini berada pada tahap siap beroperasi.
Sejumlah program itu dinilai strategis karena menyasar sektor-sektor vital yang selama ini menjadi penopang utama perekonomian Aceh. Di antaranya pembangunan resmiling unit, pengelolaan hics integrity, serta rencana ekspor sawit dengan target 20.000 ton. Selain itu, PEMA juga tengah menyiapkan ekspor kopi Aceh ke Amerika Serikat serta memperluas relaksasi kondensor guna mendukung peningkatan pendapatan daerah.
Dalam paparannya, Mawardi menegaskan bahwa kehadiran Crude Palm Oil (CPO) Processing Unit di Aceh tidak bisa ditunda lagi. Selama ini, kebutuhan bahan baku minyak goreng masih sangat bergantung pada pasokan dari Medan, sehingga nilai tambah dari industri sawit justru lebih banyak dinikmati di luar Aceh.
Melihat langkah tersebut, Dosen Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala (USK), Mujiburrahmad, memberikan apresiasi. Menurutnya, terobosan PEMA memperlihatkan arah yang lebih jelas bagi pembangunan agroindustri di Aceh.
“Langkah ini menunjukkan arah strategis PEMA dalam memperkuat agroindustri Aceh. Ekspor sawit dalam jumlah besar dapat membuka peluang stabilisasi pasar lokal sekaligus meningkatkan devisa daerah,” katanya kepada Nukilan.id pada Jumat (19/9/2025).
Ia melanjutkan, strategi diversifikasi dengan membuka pasar luar negeri tidak hanya soal menambah jalur pemasaran, tetapi juga tentang memperkuat identitas produk Aceh di mata dunia.
“Sementara itu, ekspor kopi ke AS mempertegas branding kopi Aceh di pasar internasional. Kombinasi keduanya menjadi bukti bahwa Aceh bisa keluar dari ketergantungan pada pasar domestik dan naik kelas ke arena global,” tambahnya.
Mujiburrahmad juga menekankan bahwa pembangunan CPO Processing Unit harus dipandang sebagai investasi jangka panjang. Ia melihat bahwa pembangunan ini bisa menjadi terobosan penting bagi kemandirian industri sawit Aceh. Tanpa fasilitas ini, Aceh akan terus terjebak dalam posisi sebagai penyedia bahan mentah.
“CPO Processing Unit sangat krusial karena selama ini Aceh hanya berperan sebagai pemasok bahan mentah,” katanya.
Menurutnya, unit pengolahan sawit bukan sekadar infrastruktur, melainkan kunci untuk menahan perputaran ekonomi tetap berada di Aceh.
“Dengan adanya unit pengolahan, nilai tambah bisa tetap tinggal di Aceh, bukan lari ke Medan atau daerah lain,” ungkapnya.
Dampaknya, kata dia, akan langsung dirasakan oleh petani dan juga rantai industri secara keseluruhan. Harga jual yang lebih baik, efisiensi distribusi, serta peningkatan pendapatan daerah bisa dicapai jika proyek ini berjalan sesuai rencana.
“Ini berarti petani akan menikmati harga yang lebih baik, rantai pasok menjadi lebih efisien, dan pendapatan daerah bisa meningkat. Jadi, ini benar-benar bisa menjadi milestone penting kemandirian industri sawit Aceh,” tutupnya. (xrq)
Reporter: AKil