Nukilan.id – Sekjen Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, Ika Ningtyas mengatakan, jurnalis harus mempunyai wawasan tentang kesetaraan gender. Untuk itu, para jurnalis dan editor harus diberikan pelatihan penulisan berita berkeadilan gender.
“Dengan jurnalis yang memiliki wawasan dan pemahaman gender, maka pengarusutamaan gender di media akan lebih baik,” kata Ika Ningtyas yang juga jurnalis Tempo pada Pelatihan Penulisan Laporan Mendalam Isu Perempuan dan Anak bagi Jurnalis, di Aula AJI Banda Aceh, Sabtu, (17/4/2021).
Baca juga: RAD-P3AKS Multitafsir, Khairani: Itu Tidak Benar
Dalam presentasinya, Ika mengatakan bahwa, pemberitaan di media yang menentang stereotipe gender hanya sekitar empat persen. Di dalam tubuh media sekali pun, masih ada ketidakseimbangan gender.
“Menurut riset AJI tahun 2018, eksekutif media di Indonesia, dari tingkat Redaktur sampai Pemred, 80% masih dipegang oleh laki-laki,” jelasnya.
Ia menambahkan, pengarusutamaan gender dalam media pun masih sering dicukupkan dengan membuat ruang atau rubrik bertajuk “perempuan”. Padahal, dalam pemberitaan dan pengambilan sikap, media tersebut masih menggunakan stereotipe lama.
“Fenomena ini sebagai “ghetto-isasi” gender,” sebut Ika.
Membuat reportase berkeadilan gender, kata Ika, seorang jurnalis harus menghindari penggunaan kata-kata atau frasa stereotipe yang keliru.
“Seperti kata cantik, mulus, cacat, autis, gila, pelacur, dan sebagainya,” ujarnya.
Baca juga: Ciptakan Teh Penurun Gula Darah, Mahasiswa USK Raih Mendali Emas di Rusia
Selain itu, Ketua AJI Aceh, Juli Amin dalam sambutannya mengatakan bahwa, dalam suatu peristiwa kekerasan pada perempuan, si korban seringkali menjadi korban berlapis. Artinya, selain menderita akibat kejahatan kekerasan yang menimpanya, perempuan tersebut kemudian juga menjadi korban pemberitaan di media.
“Bagi jurnalis, seringkali informasi tentang kasus-kasus kekerasan pada perempuan juga hanya sepihak sifatnya. Biasanya hanya didapat dari pihak Polisi, atau pendamping dari LSM,” kata Juli.
Dalam hal ini, Juli menilai, sangat penting bagi para jurnalis untuk memiliki perspektif gender, agar berita yang ditulis lebih seimbang.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Flower Aceh, Riswati menjelaskan. gender adalah cara masyarakat memandang dan mempersepsikan sifat dan perilaku yang dilekatkan pada laki-laki dan perempuan.
Baca juga: AJI dan Flower Aceh Gelar Pelatihan In Depth Reporting Bagi Jurnalis Terkait Isu Gender
“Gender bukan berarti jenis kelamin,” kata Riswati yang juga narasumber pada acara tersebut.
Hal ini, lanjut Riswati, dibentuk secara sosial mau pun budaya. Karena itu, peran gender dalam suatu masyarakat sangat rentan stereotipe.
Terakhir, Ia berharap, para perempuan jurnalis yang mengikuti pelatihan ini akan dapat menghasilkan berta yang lebih berimbang, dan berkeadilan gender.[DG]