Penulis: Dr. Nasrul Zaman
Jumlah masyarakat miskin seperti dilansir BPS Aceh pada Maret 2020 yaitu 14.99%. Pada September 2020 angkanya meningkat tajam, mencapai 15.43%, dan menjadikan Aceh sebagai provinsi termiskin di Sumatera.
Meski secara umum semua provinsi angka kemiskinannya meningkat tajam, namun Aceh telah menyalib Bengkulu yang pada mulanya daerah termiskin di Sumatera.
Hal itu tidaklah mengherankan karena sejak awal banyak pengamat sudah mengingatkan pemerintah Aceh tentang begitu buruknya pola penanganan Covid-19 dan antisipasi dampaknya.
Dalam tiga aksi besar penanganan Covid-19, yaitu layanan kesehatan, jaring pengaman sosial, dan pemulihan ekonomi mikro, semuanya tidak mampu dilakukan secara paralel dan sinergis oleh Pemerintah Aceh.
Misalnya hasil refocusing yang cukup besar sejumlah Rp 1,7 trilliun, tidak mampu digunakan secara tepat dalam penanganan ketiga aksi besar itu (kesehatan akibat Covid-19, social safety net, economic recovery) tahun 2020 di Aceh.
Dampaknya kemudian adalah SILPA Aceh 2020 yang mencapai Rp 2 trilliun lebih, yang juga mengindikasikan penyebab meningkatnya angka kemiskinan di Aceh karena penggerak utama roda ekonomi di Aceh bukanlah UMKM atau sektor lainnya tetapi adalah disburse APBK setiap tahunnya.
Secara langsung meningkatnya angka kemiskinan Aceh menjadi terburuk di Sumatera sepenuhnya akibat manejemen kepemimpinan daerah yang lemah, tak mampu mengelola semua sumber daya dan potensi yang ada untuk digunakan menjadi pendorong kesejahteraan rakyat.
Dr. Nasrul Zaman, pengamat kebijakan publik