Aceh Belum Punya Konsep Memajukan Adat dan Kebudayaan, Evaluasi Program Pemerintah Diperlukan

Share

NUKILAN.id | Banda Aceh – Ketua Dewan Kesenian Aceh (DKA) Provinsi Aceh, Teuku Afifuddin M.Sn., mengkritisi kurangnya konsep dan arah yang jelas dalam upaya memajukan adat dan kebudayaan di Aceh.

Dalam wawancara eksklusif, Teuku Afifuddin menegaskan bahwa hingga saat ini, pemerintah Aceh belum memiliki rencana konkret untuk pengembangan seni dan budaya di wilayah tersebut.

“Kita sering mendengar tentang pentingnya mempertahankan kebudayaan, tetapi tanpa alokasi dana yang tepat, semua itu hanya menjadi wacana kosong,” ujarnya.

Teuku Afifuddin juga menyoroti bahwa banyak politisi kerap membicarakan ancaman budaya luar tanpa memberikan solusi nyata untuk memperkuat budaya lokal melalui dukungan finansial yang memadai.

Ia menyampaikan hasil Kongres Dewan Kesenian Se-Indonesia yang baru-baru ini diadakan. Menurutnya, meskipun alokasi dana untuk kesenian dibahas dalam kongres, hasilnya sering kali hanya sekadar retorika.

“Hasil kongres sering kali hanya seperti bungkus pisang goreng atau kacang, tidak berguna karena tidak diikuti dengan tindakan nyata,” ungkapnya.

Evaluasi terhadap program pemerintah di Aceh dianggap sangat penting. Teuku Afifuddin mengkritik kurangnya investasi dalam seni dan budaya yang seharusnya menjadi pilar utama dalam membentuk peradaban yang tinggi.

“Budaya yang tinggi sangat tergantung pada estetika, dan itu adanya di seni. Tanpa investasi yang baik, kita hanya akan melihat kehancuran budaya kita secara perlahan,” ujarnya.

Ia menekankan perlunya regulasi yang jelas untuk memastikan penggunaan anggaran yang efektif dalam bidang kesenian. Anggaran tidak akan bermanfaat jika tidak diatur dengan baik.

“Harus ada qanun yang mengatur penggunaan anggaran untuk kesenian,” jelasnya.

Sebagai contoh, Aceh Besar memiliki qanun pemerintahan gampong yang memperbolehkan penggunaan anggaran desa untuk kesenian, meskipun persentasenya tidak disebutkan.

Menurut Teuku Afifuddin, Aceh masih belum memiliki payung hukum yang jelas mengenai alokasi anggaran untuk kesenian dan budaya, pelaksanaan, dan pengawasan.

“Ini perlu dipikirkan bersama dan dirancang dengan baik sehingga rencana kesenian dan kebudayaan ke depan bisa berjalan,” tegasnya.

Selain masalah anggaran, visi kebudayaan juga perlu diperhatikan. Menurut Teuku Afifuddin, kebudayaan atau kesenian tidak cukup dilihat hanya dari pertunjukan atau kanvas, tetapi harus membentuk kehidupan yang berestetika.

“Esensi dari kesenian adalah estetika. Jadi, bagaimana kita membentuk kehidupan di Aceh yang berestetika harus dirancang dengan visi yang jelas,” ujarnya.

Pernyataan Teuku Afifuddin ini menjadi refleksi penting bagi Pemerintah Aceh untuk segera merumuskan kebijakan yang lebih konkret dan terukur dalam memajukan seni dan budaya lokal.

Editor: Akil Rahmatillah

spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img

Read more

Local News