Terkait Vonis Bebas Pemerkosa, Aktivis Aceh: Tak Punya Perspektif Anak sebagai Korban

Share

Nukilan.id – Aktivis anak dan perempuan di Aceh melihat ada sejumlah kejanggalan terkait vonis majelis hakim yang membebaskan dua terdakwa kasus perkosaan anak di bawah umur.

Suraiya Kamaruzzaman, Presidium Balai Syura Ureung Inong Aceh, mengatakan, dalam kasus itu Majelis Hakim Mahkamah Syariah Kabuapaten Aceh Besar dan Mahkamah Syariah Aceh, tidak memiliki perspektif anak sebagai korban.

“Kami melihat, dalam hal ini membuktikan bahwa hakim tidak punya perspektif anak sebagai korban dalam mengkaji persoalan ini. Tentu kasus ini harus dilihat berbeda walaupun sebelumnya anak yang ceria bisa bersosialisasi dengan baik, namun pengalaman trauma tentu tidak akan membuat dia kembali seperti semula dalam waktu yang singkat,” kata Suraiya kepada Kompas.com di Banda Aceh, Senin (7/6/2021).

Sederet kejanggalan

Suraiya membeberkan, ada beberapa kejanggalan yang dia temukan dari vois hakim terhadap terdakwa MA dan DP. Untuk diketahui, MA merupakan ayah korban dan DP merupakan paman korban. Soraya berpendapat, hakim tidak menjadikan video kesaksian anak selaku korban sebagai alat bukti hanya karena anak tersebut bukan tunarungu, tapi hanya mengangguk dan menggeleng saat menjawab pertanyaan.

Selain itu, menurutnya, hakim juga tidak menganggap hasil visum sebagai alat bukti, karena alasan hasil visum tidak dapat menunjukkan siapa pelakunya.

“Visum tidak dijadikan sebagai alat bukti, padahal hasil visum itu menunjukkan terjadinya luka. Memang ada beberapa hal yang hilang, karena kasus perkosaan sudah beberapa bulan setelah kejadian. Alasannya hasil visum tidak dapat menunjukkan pelaku,” kata Suraiya.

Jaksa ajukan kasasi

Sementara itu, Kejaksanaan Negeri Aceh Besar mengaku telah mengajukan kasasi pada 7 April 2021 ke MA. Salinan atau memori kasasi diserahkan melalui Mahkamah Syariah Janthoe pada 13 April 2021.

“Jaksa Kejari Aceh Besar telah memintakan permohonan kasasi untuk perkara itu ke MA melalui Mahkamah Syariah Janthoe pada Senin, 31 Mei 2021,” ujar Kepala Seksi Pidana Umum Kejari Aceh Besar Wahyu Ibrahim kepada Kompas.com, Kamis (10/6/2021).

Perjalanan kasus

Seperti diberitakan sebelumnya, MA dan DP ditangkap karena diduga melakukan pemerkosaan terhadap korban yang masih berusia 10 tahun di Kabupaten Aceh Besar pada Agustus 2020.

MA dan DP diadili dalam berkas terpisah. Lalu, Majelis Hakim Mahkamah Syariah (MS) Jantho menjatuhkan vonis bebas terhadap MA dan memerintahkan terdakwa dikeluarkan dari penjara pada Selasa (30/3/2021).

Lalu, terdakwa DP, pada hari yang sama, divonis sesuai dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Dalam vonis, terdakwa dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan jarimah pemerkosaan terhadap orang yang memiliki hubungan mahram dengan hukuman penjara selama 200 bulan.

Namun, terdakwa tidak terima dengan putusan tersebut, sehingga mengajukan permohonan banding melalui kuasa hukum ke Mahkamah Syariah Aceh.

Kemudian, pada Kamis (20/5/2021), Mahkamah Syariah mengabulkan permohonan DP dan membebaskan terdakwa dari segala tuntutan hukum.
Terkait hal itu, Wakil Mahkamah Syariah Aceh Ervy Sukmarwati membenarkan informasi soal vonis bebas terhadap dua terdakwa dalam kasus pemerkosaan anak.

“Perkara itu di Mahmakah Syariah Janthoe sudah selesai. Itu dua perkara, yang pertama perkara Nomor 21 JN 2020, ayah korban dan paman perkara Nomor 22 JN 2020. Untuk si ayah itu kasusnya kasasi, sedangkan untuk paman dilakukan banding ke Mahkamah Syariah Aceh dan sudah turun putusan bebas,” kata Ervy kepada Kompas.com, Rabu (9/6/2021). []

spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img

Read more

Local News