Mahasiswa Aceh Kecam Pemerintah Soal Respons Bencana: Urat Kepekaan Telah Mati

Share

NUKILAN.ID | BANDA ACEH — Gelombang kritik tajam datang dari kalangan mahasiswa terkait lambannya penanganan bencana besar yang melanda Aceh dan sejumlah provinsi di Sumatra. Dua mahasiswa UIN Ar-Raniry, Robi Bayu Ardiansyah dan Azzumardi Azra, melontarkan kecaman keras kepada Pemerintah Pusat maupun Daerah yang dinilai gagal menunjukkan empati dan kecepatan tindakan di tengah krisis kemanusiaan.

Robi menilai respons pemerintah terhadap bencana yang menimbulkan ratusan korban jiwa itu mencerminkan sikap abai. Ia menegaskan, masyarakat kini berjuang sendiri menyelamatkan diri di tengah situasi yang terus memburuk.

“Sungguh memalukan melihat bagaimana pemerintah seolah tidak memiliki urat kepekaan sedikit pun terhadap bencana besar yang melanda Aceh dan Sumatra. Ketika masyarakat berjuang menyelamatkan diri dari puing-puing kehancuran, pemerintah justru sibuk berpangku tangan,” tegas Robi Bayu Ardiansyah.

Status Bencana Nasional yang Tertunda

Kritik paling keras diarahkan pada lambannya penetapan status bencana nasional. Robi menilai pemerintah “berpikir panjang” tanpa alasan jelas, padahal skala tragedi telah menunjukkan urgensi penanganan cepat.

“Penundaan yang tidak masuk akal ini membuat kondisi di lapangan semakin memburuk, korban terus bertambah, bantuan tersendat, dan masyarakat dibiarkan menanggung penderitaan tanpa kejelasan,” ujarnya.

Robi menambahkan, sikap pura-pura tidak tahu dan ketidakpedulian semacam itu bukan hanya menyakitkan, tetapi juga menunjukkan kegagalan pemerintah dalam menjalankan amanat kemanusiaan serta kewajiban konstitusional.

Ia menuntut tindakan cepat dan konkret. Nyawa manusia bukan angka statistik yang bisa ditunda penanganannya, dan tragedi sebesar ini tidak boleh dibiarkan menjadi bukti bahwa negara gagal hadir ketika rakyat paling membutuhkan.

Kritik Etika Kekuasaan

Azzumardi Azra menyoroti aspek etika kekuasaan dalam penanggulangan bencana. Ia menilai respons pemerintah menunjukkan pola birokratis yang menghambat kecepatan penanganan, mulai dari prosedur berbelit hingga minimnya inisiatif.

“Bencana menuntut kecepatan aksi dan kehadiran yang empatik. Jika bantuan dasar baru tiba setelah tiga hari dan evakuasi bergantung pada perahu rakyat, ini menunjukkan adanya defisit partisipasi yang akut. Kekuasaan yang tidak bergerak cepat dalam krisis kemanusiaan telah kehilangan legitimasi etisnya,” ujar Azzumardi.

Menurutnya, apa yang terjadi saat ini bukan sekadar bencana alam musiman, tetapi rapor merah bagi kepemimpinan daerah maupun pusat. Ia menyebut pemerintah telah gagal memenuhi tanggung jawab moral dan konstitusional terhadap keselamatan warga.

Seruan Mitigasi Jangka Panjang

Dalam pernyataannya, Azra menegaskan bahwa partisipasi pemerintah tidak boleh direduksi sebatas pembagian bantuan instan pascabencana. Ia menuntut partisipasi sejati yang menyasar akar persoalan melalui mitigasi struktural.

Tiga tuntutan yang disampaikan mahasiswa adalah:

  1. Audit lingkungan mendalam, terutama terhadap izin perkebunan dan pertambangan yang merusak daerah resapan air.

  2. Penegakan hukum menyeluruh untuk memberantas praktik illegal logging yang dinilai memicu longsor dan banjir bandang.

  3. Pengalokasian anggaran pro-mitigasi yang signifikan, transparan, dan fokus pada infrastruktur pencegahan, bukan hanya penanganan darurat.

Azra menutup dengan seruan agar pemerintah bertindak berdasarkan etika kekuasaan yang mengedepankan kemanusiaan dan mengambil langkah radikal agar tragedi tidak terus berulang.

Update Korban Jiwa

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melaporkan peningkatan jumlah korban jiwa akibat banjir dan longsor di Sumatra hingga 30 November 2025 malam. Total korban meninggal dunia mencapai 442 orang, sementara 402 orang masih dinyatakan hilang.

Rinciannya sebagai berikut:

  • Sumatera Utara: 217 meninggal, 209 hilang

  • Sumatera Barat: 129 meninggal, 118 hilang, 16 luka-luka

  • Aceh: 96 meninggal, 75 hilang

Data ini menunjukkan betapa mendesaknya penanganan bencana dan semakin menguatkan kritik mahasiswa tentang perlunya respons cepat dan sensitif dari Pemerintah. (XRQ)

spot_img
spot_img
spot_img
spot_img

Read more

Local News