Dua Dekade UUPA, Abu Meukek: Syariat Islam Harus Hadir dalam Substansi

Share

NUKILAN.ID | TAPAKTUAN – Tahun 2026 menjadi momentum refleksi penting bagi masyarakat Aceh. Genap 20 tahun Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA) diberlakukan sebagai tindak lanjut dari perjanjian damai Helsinki. Salah satu poin utama UUPA adalah pengakuan atas kekhususan Aceh dalam penerapan Syariat Islam.

Pimpinan Dayah Sirajul ‘Ibad Meukek, Tgk. H. Mohd. Ja’far Amja, S.Hi (Abu Meukek) kepada Nukilan.id menegaskan momen dua dekade UUPA harus dijadikan bahan renungan bersama.

“Pertanyaan mendasar yang perlu dijawab bersama adalah apakah Syariat Islam yang kita jalankan sudah sesuai substansi, ataukah baru sebatas seremonial dan simbol,” ujarnya pada Minggu (28/9/2025).

Sebagai Ketua Majelis Pengajian dan Zikir TASTAFI Aceh Selatan sekaligus Wakil Ketua MPU Aceh Selatan, Abu Meukek mengakui, secara kelembagaan Aceh sudah memiliki fondasi penegakan syariat.

Hadirnya Dinas Syariat Islam, Wilayatul Hisbah, Mahkamah Syar’iyah, hingga Baitul Mal, ditambah lahirnya sejumlah qanun seperti Qanun Jinayat, Khamar, Maisir, dan Khalwat, dinilai sebagai pencapaian yang layak diapresiasi.

“Baitul Mal juga semakin berperan dalam menghimpun dan menyalurkan zakat, infak, dan sedekah untuk fakir miskin. Identitas Islami Aceh tetap terjaga, baik dalam budaya berpakaian, tradisi keagamaan, maupun eksistensi dayah sebagai benteng akidah,” jelasnya.

Namun demikian, ia menilai penerapan syariat masih belum maksimal. Ia mengungkan bahwa selama ini penegakan syariat sering kali dirasakan hanya menekan rakyat kecil, sementara pelanggaran yang dilakukan kalangan elit jarang tersentuh.

“Fokus kita juga masih dominan pada hukuman cambuk, khalwat, khamar, dan maisir, padahal aspek keadilan sosial, pemberantasan korupsi, dan pengentasan kemiskinan seharusnya menjadi prioritas utama,” tegasnya.

Abu Meukek juga menyoroti lemahnya koordinasi antar-lembaga, keterbatasan regulasi turunan, serta kualitas sumber daya manusia aparat penegak syariat.

“Syariat jangan berhenti pada teks qanun, tetapi harus menjadi nilai yang hidup dalam birokrasi, pemerintahan, sekolah, dan masyarakat,” tambahnya. (XRQ)

Reporter: AKil

spot_img
spot_img
spot_img

Read more

Local News