NUKILAN.id | Subulussalam – Dugaan pengelolaan lahan melebihi batas konsesi kembali mencuat. Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Provinsi Aceh melayangkan desakan keras kepada Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Republik Indonesia agar segera melakukan pengukuran ulang terhadap Hak Guna Usaha (HGU) milik PT Laot Bangko di Kota Subulussalam.
Perusahaan sawit yang telah beroperasi sejak 1989 itu diduga kuat mengelola lahan di luar batas konsesi yang sah. Padahal, berdasarkan dokumen resmi, izin HGU yang dikantongi PT Laot Bangko menyusut signifikan dari sebelumnya 6.818,91 hektare menjadi hanya 3.704,10 hektare sesuai SK Nomor: 15/HGU/KEM-ATR/BPN/II/2021 tertanggal 21 Februari 2021.
Namun, menurut Ketua DPW Apkasindo Aceh, Netap Ginting, pengurangan luas HGU tersebut tidak serta-merta menghentikan praktik pengelolaan di lahan yang tak lagi masuk dalam konsesi.
“Meski izin yang berlaku kini jauh lebih kecil, kami menemukan indikasi bahwa PT Laot Bangko tetap mengelola lahan di luar batas HGU yang sah. Ini telah menimbulkan konflik agraria berkepanjangan dengan masyarakat sekitar,” ujar Netap, Sabtu (3/5/2025).
Ia mendesak agar Menteri ATR/BPN segera turun ke lapangan untuk melakukan verifikasi faktual atas batas-batas lahan dengan mencocokkan peta HGU versi lama dan versi baru. Jika ditemukan pelanggaran, Apkasindo meminta pemerintah untuk mengambil tindakan tegas secara hukum dan administratif terhadap perusahaan tersebut.
Tak hanya soal penguasaan lahan, Netap juga menyoroti proses perpanjangan izin HGU PT Laot Bangko yang dinilai janggal. Ia menyebut perusahaan tetap beroperasi meskipun izinnya telah kedaluwarsa sejak akhir 2019 dan baru diperpanjang dua tahun kemudian, pada 2021.
“Selama dua tahun itu, PT Laot Bangko berada dalam status quo vadis—tidak memiliki dasar hukum yang jelas. Namun, mereka tetap beroperasi. Ini pelanggaran serius,” tegasnya.
Atas dasar itu, Apkasindo Aceh mendesak Satuan Tugas (Satgas) Garuda turun tangan untuk melakukan audit menyeluruh terhadap operasional dan legalitas lahan yang dikelola PT Laot Bangko.
“Jika benar ada kekosongan izin dan mereka tetap mengelola, maka negara dirugikan. Nilai ekonomi dari hasil pengelolaan tanpa izin itu harus dikembalikan kepada negara,” tandas Netap.
Apkasindo berharap pemerintah pusat, khususnya Menteri ATR/BPN, dapat segera mengambil langkah konkret demi menciptakan keadilan agraria dan memberikan kepastian hukum bagi masyarakat Subulussalam yang terdampak secara langsung oleh aktivitas perusahaan tersebut.
Editor: Akil