NUKILAN.id | Banda Aceh – Pemerintah Aceh kembali menegaskan komitmennya untuk melindungi perempuan dan anak sebagai bagian dari pembangunan sumber daya manusia yang berkelanjutan. Komitmen ini disampaikan oleh Asisten III Sekda Aceh, Iskandar AP, dalam kegiatan Program Peningkatan Hak Perempuan dan Anak di Aceh Periode 2020-2024 yang berlangsung di Gedung Serbaguna Setda Aceh, Selasa (8/10/2024).
Iskandar menyoroti pentingnya peran ibu dalam keluarga, yang dianggap sebagai tiang penyangga utama kehidupan.
“Ibu adalah sumber kasih sayang dan perlindungan bagi keluarga. Kehilangan seorang ibu sama dengan kehilangan arah dalam kehidupan,” ujarnya.
Ia juga menekankan bahwa perlindungan terhadap anak merupakan investasi jangka panjang dalam pembangunan manusia. Perlindungan perempuan dari kekerasan dan diskriminasi menjadi fokus utama pemerintah.
“Tindak pidana kekerasan terhadap perempuan dan anak sering kali menyebabkan kerugian fisik dan psikis. Korban juga sering terpinggirkan dalam proses hukum, sehingga keadilan bagi perempuan, anak, termasuk penyandang disabilitas, harus menjadi prioritas,” tegas Iskandar.
Data Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Aceh menunjukkan peningkatan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak dalam tiga tahun terakhir. Menghadapi kondisi ini, Pemerintah Aceh menggandeng berbagai pihak, seperti lembaga swadaya masyarakat, tokoh agama, akademisi, dan media untuk memperkuat upaya pencegahan.
Iskandar menambahkan bahwa Pemerintah Aceh telah membentuk Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) sejak diterbitkannya Peraturan Gubernur Aceh Nomor 59 Tahun 2019. Pemerintah juga terus mendorong 12 kabupaten/kota yang belum memiliki UPTD PPA untuk segera membentuknya agar layanan bagi korban kekerasan dapat lebih optimal.
Melalui kemitraan dengan Australia dalam program Australia-Indonesia Partnership for Justice tahap 2 (AIPJ2), Pemerintah Aceh telah menjalankan berbagai inisiatif untuk memperkuat perlindungan hukum bagi perempuan dan anak. Di antaranya adalah penyusunan strategi daerah untuk mencegah perkawinan anak, memperkuat kebijakan hukum terkait keadilan bagi perempuan, serta partisipasi perempuan dalam penyusunan Rencana Pembangunan Aceh (RPA) 2023-2026.
Wakil Ketua Kejaksaan Tinggi Aceh, Muhibbudin, S.H., M.H., menekankan pentingnya kerja sama dalam memberikan perlindungan kepada perempuan dan anak. Ia menyoroti sejarah panjang Aceh yang telah menghormati hak perempuan sejak era Kerajaan Darussalam.
“Aceh memiliki warisan Islam yang mengajarkan kesetaraan hak antara laki-laki dan perempuan dalam pembangunan manusia. Kolaborasi antara pemerintah dan masyarakat sangat penting untuk menciptakan lingkungan yang mendukung peran perempuan dalam pembangunan,” ujar Muhibbudin.
Wakil Dubes Australia untuk Indonesia, Gita Kamath, turut mengapresiasi langkah Pemerintah Aceh dalam melindungi perempuan, anak, dan penyandang disabilitas.
“Inisiatif untuk mencegah perkawinan anak serta dukungan bagi keluarga setelah pernikahan merupakan bukti nyata komitmen kuat pemerintah dan penegak hukum di Aceh,” kata Gita.
Gita juga berharap kerja sama dalam program AIPJ2 dapat terus diperkuat demi memberikan keadilan dan perlindungan yang lebih baik bagi perempuan dan anak di Aceh.
Pemerintah Aceh berkomitmen untuk terus melakukan upaya preventif dan protektif, sejalan dengan visi pembangunan sumber daya manusia yang lebih berkelanjutan.
Editor: Akil