NUKILAN.id | Jakarta — Pekan Olahraga Nasional (PON) XXI yang akan berlangsung pada tahun 2024 di Aceh dan Sumatra Utara menandai babak baru dalam tradisi olahraga Indonesia. Selain mempertontonkan keunggulan atlet dari seluruh penjuru negeri, PON kali ini juga menyoroti kembali salah satu tradisi yang tak terpisahkan dari perhelatan olahraga ini, yakni Kirab Api PON.
Kirab Api PON 2024 telah dimulai pada 27 Agustus lalu dari Sabang, menjelajahi 23 kabupaten/kota di Provinsi Aceh sebelum berakhir di Banda Aceh. Seperti biasa, api yang menyala dalam obor ini bukan sekadar simbol, tetapi sebuah lambang persatuan dan semangat yang terus berkobar di antara masyarakat Indonesia.
Dari Kirab Bendera ke Kirab Api
Dihimpun oleh Nukilan.id dari berbagai sumber, tradisi membawa obor api sebagai bagian dari pembukaan PON baru dimulai pada PON VIII tahun 1969 di Surabaya. Sebelumnya, sejak PON pertama di Surakarta pada tahun 1948, pembukaan acara olahraga terbesar di Indonesia ini dilakukan dengan mengibarkan bendera PON. Bendera tersebut diarak keliling kota hingga tiba di tempat pembukaan, diiringi upacara pengibaran yang dihadiri oleh Presiden, pejabat, atlet, dan masyarakat setempat.
Namun, pada PON VII di Surabaya tahun 1969, konsep ini diubah. Kirab bendera diganti menjadi kirab api, dengan api abadi dipilih sebagai simbol semangat yang tak pernah padam. Untuk pertama kalinya, api abadi yang digunakan berasal dari Desa Larangan Tokol, Pamekasan, Pulau Madura. Obor api ini kemudian diarak sejauh 97 kilometer melewati Pamekasan, Bangkalan, hingga tiba di Surabaya. Perjalanan ini memakan waktu satu hari delapan jam, mempertahankan nyala api yang tak pernah padam hingga tiba di tempat tujuan.
Inspirasi dari Olimpiade
Menariknya, pada PON VIII dan PON IX yang diselenggarakan di Jakarta, sumber api diambil dari sinar matahari di sekitar Monumen Nasional, terinspirasi oleh tradisi kirab api Olimpiade. Namun, kembali ke PON X pada tahun 1981 di Jakarta, api kembali diambil dari sumber alam, yaitu Api Abadi Mrapen di Desa Manggarmas, Grobogan, Jawa Tengah. Obor api ini kemudian diarak melintasi berbagai kota, termasuk Solo, kota yang pertama kali menjadi tuan rumah PON.
Sumber Api yang Beragam
Seiring dengan perkembangan PON dari waktu ke waktu, sumber api yang digunakan dalam kirab ini juga bervariasi. Pada PON XV di Surabaya, api diambil dari Kayangan Api di Bojonegoro. Pada PON XVII di Samarinda, api berasal dari api abadi Sungai Siring di Samarinda Utara. Sementara itu, PON XX di Papua menggunakan api dari Klamono, Sorong, sebuah daerah yang dikenal sebagai lokasi pertama kali ditemukan minyak dan gas bumi di Papua pada tahun 1936.
Aceh-Sumut 2024: Babak Baru Kirab Api PON
Kini, PON XXI 2024 mencatat sejarah baru dengan diselenggarakan di dua wilayah, yaitu Aceh dan Sumatra Utara. Sumber api untuk kirab kali ini diambil dari belerang Gunung Merapi Jaboi di Sukayaja, Sabang. Api ini kembali diarak melalui berbagai daerah, membakar semangat dan rasa persatuan di setiap titik yang dilalui.
Kirab api ini menambahkan esensi baru dalam upacara pembukaan PON, menguatkan simbol semangat juang dan persatuan bangsa. Sebagai tradisi yang telah berlangsung lebih dari lima dekade, kirab api PON kini menjadi bagian yang tak terpisahkan dari setiap penyelenggaraan pembukaan, menambah kemegahan dan makna dalam setiap perhelatannya. Dari satu kota ke kota lainnya, api ini terus menyala, mengobarkan semangat dan persatuan yang tiada henti.
Aceh dan Sumatra Utara kini siap menjadi saksi sejarah, membawa semangat dari Sabang hingga Merauke, dari titik nol Indonesia hingga ke seluruh pelosok negeri. Api PON 2024 adalah simbol dari sebuah perjalanan panjang, menghubungkan sejarah dengan masa depan yang penuh harapan. (XRQ)
Reporter: Akil Rahmatillah