Kisah Pangeran Thailand Menjadi Tukang Kebun di Bandung Setelah Dikudeta

Share

NUKILAN.id | Jakarta – Hidup seseorang bagaikan roda yang terus berputar. Terkadang di atas, menikmati kemewahan dan kekuasaan, terkadang di bawah, merasakan keterasingan dan kesederhanaan. Itulah yang dialami oleh Pangeran Paribatra Sukhumbandhu dari Kerajaan Siam, yang sekarang dikenal sebagai Thailand.

Pangeran Paribatra, lahir pada 29 Juni 1881, adalah putra dari Raja Chulalongkorn atau Rama V, seorang raja yang memerintah Thailand dengan bijaksana dan membawa banyak perubahan. Sejak kecil, kehidupan Pangeran Paribatra dipenuhi dengan kemewahan dan segala fasilitas istana di Bangkok. Ia juga mendapatkan pendidikan yang baik dan posisi penting dalam pemerintahan, termasuk sebagai Panglima Angkatan Laut dan Menteri Dalam Negeri.

Namun, semua berubah pada 24 Juni 1932. Kudeta besar-besaran mengguncang Thailand, menggulingkan kekuasaan monarki absolut dan mengakhiri masa-masa kejayaan istana. Sebagai anggota keluarga kerajaan, Pangeran Paribatra menjadi salah satu yang terdampak. Dia harus meninggalkan istana yang telah menjadi rumahnya selama 50 tahun.

Pada awalnya, Pangeran Paribatra berencana untuk pergi ke Eropa. Namun, akhirnya dia memutuskan untuk menetap di Hindia Belanda, yang sekarang dikenal sebagai Indonesia. Pada Agustus 1932, Pangeran Paribatra tiba di Batavia, sebelum akhirnya memilih Bandung sebagai tempat tinggal barunya. Dia pindah bersama istri, lima anak, dan beberapa pengikut setianya.

Kehidupan Pangeran Paribatra di Bandung jauh berbeda dari kemewahan yang pernah dia nikmati di istana. Meski begitu, dia diterima dengan baik oleh masyarakat dan pemerintah Hindia Belanda. Pangeran Paribatra bahkan diberi tiga rumah besar di kawasan Cipaganti, Bandung, yang kemudian digunakan untuk memulai kehidupan barunya sebagai tukang kebun.

Menjadi tukang kebun mungkin bukan pilihan yang diharapkan oleh seorang pangeran, tetapi Pangeran Paribatra berhasil menemukan kedamaian dalam pekerjaannya tersebut. Di rumah barunya, ia menghabiskan waktu menanam dan merawat anggrek. Kecintaannya pada tanaman membuatnya menjadi ahli anggrek yang dihormati di Bandung. Kebun bunga yang dibangunnya di depan rumah menjadi salah satu tempat yang sering dikunjungi oleh masyarakat setempat.

Selain berkebun, Pangeran Paribatra juga aktif berwisata ke berbagai daerah di Indonesia. Antara tahun 1933 hingga 1938, dia mengunjungi banyak kota seperti Malang, Surabaya, Yogyakarta, Bali, dan Medan. Setiap kunjungannya selalu menjadi perhatian media dan masyarakat, mengingat statusnya sebagai mantan pangeran yang hidup dalam pengasingan.

Kehidupan Pangeran Paribatra berakhir pada 18 Januari 1944 di Bandung. Setelah wafat pada usia 62 tahun, jasadnya dimakamkan di Bandung. Namun, empat tahun kemudian, jenazahnya dipulangkan ke Bangkok untuk dikremasi di Istana Raja, sebagai bentuk penghormatan terakhir bagi seorang pangeran yang pernah hidup dalam kemewahan dan keterasingan.

Meski hidup dalam keterasingan di negeri asing, Pangeran Paribatra Sukhumbandhu menunjukkan bahwa kehidupan baru yang sederhana dapat memberikan kedamaian dan kebahagiaan. Cerita hidupnya menjadi bukti bahwa kebahagiaan sejati tidak selalu datang dari kemewahan, tetapi dari menerima keadaan dan menemukan kebahagiaan dalam kesederhanaan.

Editor: Akil

spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img

Read more

Local News