Ketua BEM Unpad Kritik RUU Polri: Ancaman bagi Demokrasi dan Penegakan Keadilan

Share

NUKILAN.id | Jakarta – Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Padjadjaran (BEM Unpad), Fawwaz Ihza Mahenda, mengkritik keras perubahan Rancangan Undang-Undang Kepolisian Negara Republik Indonesia (RUU Polri). Fawwaz menilai pengesahan RUU tersebut berpotensi membahayakan demokrasi serta sendi-sendi penegakan keadilan di Indonesia.

“Adanya draf RUU Polri menunjukkan bahwa negara ini sedang mengalami transformasi besar-besaran. Republik ini, yang awalnya didirikan atas cita-cita kesejahteraan dengan demokrasi sebagai landasan utamanya, telah berubah menjadi negara kekuasaan yang represif dan otoritarian,” kata Fawwaz dikutip dari Tempo.co, Selasa (30/7/2024).

Sebelum memasuki masa reses pada 12 Juli, DPR RI telah menerima Surat Presiden (Surpres) Rancangan Undang-Undang Polri. Sejak diresmikan sebagai usul inisiatif DPR pada Rapat Paripurna Mei 2024 lalu, RUU ini telah mendapatkan banyak kritikan.

Fawwaz menyoroti beberapa poin dalam RUU Polri yang memberikan kewenangan luas kepada polisi namun minim pengawasan. “Polri menjadi salah satu institusi paling bermasalah dan korup. Banyak kasus tidak ditangani serius jika tidak viral, belum lagi tindakan represif yang belum diadili. Kami menganggap ini sebagai bentuk impunitas,” jelas Fawwaz.

Fawwaz mengkhawatirkan beberapa pasal dalam RUU Polri, di antaranya Pasal 14 huruf o mengenai wewenang penyadapan yang dapat digunakan secara serampangan, Pasal 14 huruf b mengenai pengawasan ruang siber yang berpotensi melanggar hak privasi, dan Pasal 16 huruf b yang dapat disalahgunakan terhadap pejuang HAM, demokrasi, dan lingkungan.

“Kami sedang mengawasi dan mengawal isu ini dengan sangat serius. Kami akan merespons keras terhadap segala macam tindakan penguasa yang dapat mengancam rakyat dan demokrasi. Kami siap turun ke jalan dan melaksanakan aksi yang lebih besar dari tahun-tahun sebelumnya untuk menjaga negara dan rakyat sesuai dengan amanah konstitusi dan Pancasila,” tegas Fawwaz.

Pakar Hukum Tata Negara dari Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), Bivitri Susanti, turut mengungkapkan kekhawatirannya terhadap RUU Polri. Dalam diskusi publik di Kantor Amnesty Internasional Indonesia, Jakarta, Senin (22/7/2024), Bivitri menilai RUU Polri berbahaya bagi demokrasi di Indonesia jika disahkan.

“Sering kali kepentingan politik praktis bertemu dan berkolaborasi dengan dua alat negara tersebut (TNI dan Polri) untuk tujuan yang nondemokratis. Jika RUU Polri disahkan, akan menciptakan tatanan demokrasi yang buruk,” ujar Bivitri.

Menurut Bivitri, kunci demokrasi yang baik adalah akuntabilitas kinerja pemerintah yang dapat tumbuh berkat adanya pengawasan dan kritik terhadap pemerintah. Namun, jika RUU Polri disahkan, hal ini bisa membungkam suara kritis dan berpotensi membawa pemerintahan kembali ke arah otoritarianisme.

“Jika demokrasi tidak bisa dikritik kekuasaannya, maka itu bukan demokrasi lagi, tetapi menjadi negara otoriter,” tegas Bivitri.

Dengan adanya kritik dari berbagai pihak, RUU Polri menjadi sorotan utama dan mengundang perhatian masyarakat untuk terus mengawal proses pembahasannya.

Editor: Akil

spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img

Read more

Local News