NUKILAN.id | Banda Aceh — Nama Hamzah Fansuri begitu kesohor di dunia Melayu, terutama di tanah kelahirannya, Aceh. Di provinsi yang dihuni oleh lebih dari lima juta penduduk ini, nama ulama dan penyair besar ini kerap dikenang sebagai sufi dan penulis syair yang berpengaruh pada zamannya.
Dari beberapa sumber, Nukilan.id mendapatkan informasi bahwa, karya-karyanya mengisi lembaran sejarah klasik Aceh di rak-rak perpustakaan, menjadi saksi bisu keagungan budaya literasi masa lalu.
Salah satu syair yang terkenal adalah:
“…Kenal diri mu hai anak Jamu
Jangan lupa akan diri kamu
Ilmu hakikat yang ia kau ramu
Supaya terkenal ‘ali adamu.” (Hamzah Fansuri)
Syair ini, diklaim sebagai karya Hamzah Fansuri, berisi nasihat bijak bagi manusia dalam menempuh kehidupan di dunia. Syair-syair Hamzah Fansuri kerap dijadikan pengingat akan pentingnya mengenal dan memahami diri sendiri.
Asal usul Hamzah Fansuri masih menjadi misteri hingga kini. Beberapa sumber menyebutkan bahwa ia berasal dari Barus, sebuah wilayah yang dulunya masuk dalam kekuasaan Aceh. Sementara itu, ada juga yang berpendapat bahwa ia lahir di Ayutthaya, ibu kota lama Kerajaan Siam.
Nama ‘Fansuri’ sendiri berasal dari arabisasi kata Pancur, sebuah kota kecil di pesisir barat Tapanuli Tengah, dekat kota bersejarah Barus. Pada masa Kerajaan Aceh Darussalam, kampung Fansur dikenal sebagai pusat pendidikan Islam di bagian selatan Aceh.
Sebagaimana asal usulnya yang masih misteri, makam Hamzah Fansuri pun hingga hari ini tidak bisa dipastikan keberadaannya. Pendapat pertama mengatakan makamnya terletak di Desa Oboh, Kecamatan Runding, Kota Subulussalam, Aceh Selatan. Pendapat lain menyebutkan makamnya berada di Desa Ujung Pancu, Kecamatan Peukan Bada, Kabupaten Aceh Besar.
Terlepas dari misteri tersebut, pengaruh Hamzah Fansuri tetap terasa kuat hingga kini. Syair-syairnya masih dibaca dan dipelajari, menjadi bagian penting dari khazanah sastra dan spiritualitas Aceh.
Dengan demikian, Hamzah Fansuri bukan hanya sekadar nama dalam sejarah, melainkan simbol kebesaran ilmu dan sastra yang terus hidup dalam ingatan masyarakat Aceh dan dunia Melayu. (XRQ)
Reporter: Akil Rahmatillah