Tanggapi Saiful Mujani, Rektor UIN Araniry Aceh: PMA 68 Tidak Habiskan Energi

Share

Nukilan.id – Rektor UIN Ar-Raniry, Prof Dr Mujiburrahman M.Ag mengatakan, laim bombastis Saiful Mujani yang menghujat kebijakan pemilihan rektor oleh Menteri Agama sebagai praktik “jahiliyah” dan “tidak beradab”, cukup mengguncang jagat media dalam beberapa hari terakhir.

Menurut Rektor, mekanisme pemilihan rektor perguruan tinggi di lingkup Kementrian Agama (Kemenag) Republik Indonesia telah ditetapkan melalui Peraturan Menteri Agama (selanjutnya disebut PMA) No. 68 Tahun 2015. Jadi PMA 68.

“Aturan bukanlah aturan baru karena telah berlaku selama kurang lebih tujuh tahun,” kata Rektor UIN Ar-Raniry, Mujiburrahman Kepada Nukilan.id, Jumat (18/11/2022)

Sebelumnya pengajar di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Saiful Mujani, protes pemilihan rektor UIN yang dipilih langsung oleh Menteri Agama (Menag). Cara tunggal pemilihan rektor UIN diputuskan menag dinilai suatu kebodohan.

Dijelaskan Rektor, pernyataan Saiful Mujani dalam fase penjaringan calon rektor, publik cerdas mesti membaca bahwa ada kepentingan dan political interest dari yang bersangkutan dalam proses tersebut.

“Yang baru adalah reaksi yang ditimbulkan oleh pernyataan Saiful Mujani yang secara tidak langsung menyiratkan seolah-olah kebijakan tersebut adalah produk dari kementerian agama di bawah pimpinan Yaqut Cholil Qoumas,” ujar Rektor.

Hujatan Saiful Mujani itu telah menggiring persepsi publik bahwa mekanisme pemilihan rektor perguruan tinggi di lingkungan Kemenag tidak demokratis, bermuatan politis dan tidak mencerminkan representasi “masyarakat terpelajar/kampus”.

“Tentu tudingan tersebut problematis dan menafikan dimensi sosiologis, yuridis maupun filosofis dari lahir dan berjalannya PMA 68 sejak tahun 2015. Layaknya peraturan-peraturan lain dalam administrasi pemerintahan, PMA 68 berangkat dari kondisi dan kebutuhan yang harus disikapi oleh Kementrian Agama,” jelasnya.

Menurut Rektor, berlawanan dengan tuduhan Saiful Mujani, dari awal perlu kita pertegas bahwa justru kehendak memutus mata rantai persoalan internal kampus dan kehendak mereduksi potensi permasalahan demokrasi, politisasi kampus dan fenomena degradasi iklim akademik di perguruan tinggi yang memang telah muncul sebelum tahun 2015, sejatinya yang melandasi lahirnya PMA 68.

“Bukanlah rahasia bagi pengetahuan publik bahwa dinamika kepemimpinan di perguruan tinggi tidak lagi sepi dari upaya-upaya politis mempertahankan dan melanggengkan rezim pengelolaan oleh kelompok-kelompok yang berkuasa,” tegas Mujiburrahman.

Ditegaskan Rektor, seluruh civitas akademika UIN Ar-Raniry bersyukur dengan mekanisme pemilihan rektor yang merujuk pada PMA 68 sehingga perlu tidak menghabiskan energi pada hal-hal kontra produktif yang muncul dari layaknya satu efek mekanisme pemilihan politik praktis.

“Selama proses penjaringan calon rektor melalui mekanisme PMA 6, UIN Ar-Raniry terhindar dari konflik kubu-kubu tim sukses rektor,” tegas Rektor.

Makanya–lanjut dia–hanya dengan energi kebangsaan kita akan mampu bersinergi mencapai tujuan penyelenggaraan pendidikan tinggi yakni melahirkan generasi Indonesia yang unggul dan berdaya saing global. Intinya, Eksistensi PMA 68 dalam tataran aksiologi bermuara pada Energi Kebangsaan Sinergi Membangun Negeri.

Reporter: Hadiansyah

spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img

Read more

Local News