Kliennya Jadi Tahanan Kota, Zaini Djalil: Semua Pihak Hormati Proses Hukum

Share

Nukilan.id – Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Banda Aceh telah mengabulkan permohonan peralihan status tahanan terhadap 2 Terdakwa kasus dugaan korupsi pelaksanaan turnamen sepak bola internasional tsunami cup atau Aceh World Solidarity Cup (AWSC) tahun 2017.

Permohonan peralihan status tahanan tersebut diajukan oleh Tim Penasihat Hukum yang terdiri dari Zaini Djalil SH, T. Fauzi Al Fansuri SH, Faizin SH, Wahyu Pratama SH, dan Hamdani Mustika S.Sy.

Kedua Terdakwa atas nama Muhammad Zaini Yusuf alias Bang M dan Mirza Bin Ramli ini yang sebelumnya menjalani tahanan badan di Rumah Tahanan (Rutan) Kajhu, kini resmi menjadi tahanan kota, berdasarkan putusan nomor 59/Pid.Sus-TPK/2022/PN.Bna/.

Dalam keterangannya kepada media, Sabtu (12/11/2022) Penasihat Hukum Terdakwa Bang M, Zaini Djalil, SH menjelaskan bahwa penangguhan/pengalihan tahanan terhadap tersangka/terdakwa itu adalah hak dan diatur undang undang. Berdasarkan itulah pihaknya mengajukan permohonan kepada Majelis Hakim sesuai dengan tingkat kewenangan.

“Dan Alhamdulillah permohonan kami tersebut dipertimbangkan dan dikabulkan oleh Majelis Hakim. Dan legal standing tahanan kota itu tertera pada Pasal 22 angka 3 UU No. 8 Tahun 1981 Tentang KUHAP,” jelas Zaini.

Perlu dipahami, lanjutnya, penahanan rutan sifatnya tidak Wajib. Tersangka/Terdakwa bisa ditahan dalam bentuk tahanan lainnya, baik tahanan rumah atau tahanan kota.
Sebagaimana juga dalam banyak perkara di tingkat Penyidikan ada yang ditahan dan tidak ditahan oleh penyidik/kejaksaan dengan alasan subjektive.

Karenanya, pejabat yang berwenang mengalihkan jenis penahanan terdiri dari penyidik atau penuntut umum atau penetapan Hakim. Pengalihan Penahan itu dinyatakan melalui surat perintah dari penyidik atau penuntut umum atau penetapan Hakim sesuai dengan kewenangan masing masing.

“Intinya ke Rutan itu tidak wajib, pejabat yang berwenang bisa menentukan berdasarkan pertimbangan sendiri,” jelas Zaini.

Selain itu, Tim Penasihat Hukum Terdakwa juga berpendapat sesuai dengan KUHAP bahwa penahanan oleh Penyidik/Jaksa kepentingan untuk memudahkan pemeriksaan bukan sebagai bentuk penghukuman.

“Maka sesuai dengan asas praduga tidak bersalah sebelum palu Hakim dijatuhkan kepada klien kami maka tidak boleh dianggap bersalah. Sesuai dengan yang diatur dalam KUHAP dalam penjelasan umum butir ke 3 huruf c yaitu: setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut atau dihadapkan di muka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahan dan memperoleh kekuatan hukum tetap,” sebut Zaini.

Lebih lanjut, kata dia, berdasarkan Pasal 30 UU No.16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan RI, tugas dan wewenang Kejaksaan di Bidang Pidana yaitu melakukan penuntutan, melaksanakan penetapan Hakim dan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, melakukan pengawasan terhadap putusan pidana bersyarat, melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan undang undang, melengkapi berkas perkara tertentu, dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan dalam pelaksanaannya dikoordinasikan dengan penyidik.

“Berdasarkan yang telah kami sebutkan diatas kami selaku kuasa hukum lebih pantas merasa kecewa terhadap sikap pihak kejaksaan sejak penetapan tersangka dan penahanan terhadap klien kami dan sekarang sepertinya melakukan intervensi dan kejar target harus masuk dan ada indikasi upaya Trial By Press atau menghukum dengan pemberitaan media,” ungkap Zaini.

Dan mengingat proses hukum sedang berjalan di Pengadilan Tipikor, Jaksa Penuntut Umum (JPU) harus membuktikan kesalahan klien kami di persidangan, sesuai dengan azas hukum Culpabilitas (tiada hukuman tanpa kesalahan /Geen Straft Zonder Schuld).

Menurutnya, apa yang disampaikan pihak kejaksaan melalui media massa/elektronik tidak juga sesuai dengan fakta terungkap dalam persidangan yang sedang berproses.

“Karena itu, selaku kuasa hukum kami berharap semua pihak harus menghormati proses hukum di persidangan dan jangan bertindak atas nama kekuasaan dan segala sesuatu ingin “memviralkan” sehingga menjadi isu liar dan polemik yang tidak jelas dasar hukumnya, yang dibutuhkan masyarakat adalah penerapan hukum yang berazas berkeadilan dan berperikemanusiaan,” tutup Zaini. [Wanda]

Baca Juga: Kejati Aceh Kecewa Status Tahanan Terdakwa Korupsi AWSC Dialihkan

Editor:
Mirzu

spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img

Read more

Local News