Nukilan.id – Pengamat Kebijakan Publik yang juga Dosen Pascasarjana Magister Kesehatan Masyarakat USK, Dr. Nasrul Zaman, M.Kes meminta Penjabat (Pj) Gubernur Aceh, Achmad Marzuki untuk segera menghentikan dan mengevaluasi aktivitas Gerakan Imunisasi dan Stunting Aceh (GISA).
GISA merupakan program yang dilaunching oleh Pj Gubernur Aceh Achmad Marzuki pada Jumat 19 Agustus 2022 lalu. Pj Gubernur Aceh juga menugaskan Sekretaris Daerah (Sekda) Aceh Taqwallah sebagai Kepala Satgas Penanganan Stunting di Aceh.
“Meski program GISA ikut dilaunching oleh Gubernur Aceh baru-baru ini, tapi sangat bijak rasanya jika Gubernur Aceh juga segera menghentikan dan mengevaluasi aktifitas GISA sesegera mungkin,” kata Dr. Nasrul dalam keterangannya kepada Nukilan di Banda Aceh, Senin (29/8/2022).
Ia menilai pada program penanganan covid-19 lalu, Sekda Aceh hanya melakukan pencitraan seolah-olah bekerja. Namun hanya festivalisasi covid melalui seluruh birokrasi Aceh terjun ke gampong-gampong menghabiskan anggaran SPPD ratusan milyar rupiah.
“Ini akan terulang kembali pada program GISA yaitu, menerjunkan ASN setiap Dinas ke seluruh gampong di Aceh dengan modal spanduk, seleberam dan berfoto ria tanpa ada muatan capacity building serta sharing knowledge yang mendorong keberlanjutan program imunisasi dan pencegahan stunting,” jelas Dr. Nasrul.
Menurutnya, Sekda Aceh tidak mampu memahami Program BAAS (Bapak Asuh Anak Stunting) yang diluncurkan Presiden untuk mendorong adanya keterlibatan pihak lain dalam memperkuat program penurunan stunting, baik keterlibatan dana, kelembagaan maupun pengelolaan program.
Pada GISA ini juga dicoba kembali dengan hal yang sama yaitu menerjunkan ASN setiap dinas ke seluruh gampong-gampong di Aceh dengan modal spanduk, selebaran dan hanya untuk berfoto ria tanpa ada muatan capacity building dan sharing knowledge yang mendorong keberlanjutan program imunisasi dan pencegahan stunting.
“Pak Sekda hanya memberi tanggung jawab per-daerah kepada Eselon III se-Aceh untuk berkunjung tanpa pembekalan materi dan program yang jelas dan terukur. Eselon III pada akhirnya harus memaksa anggaran (SPPD, proyek) pada daerah lain dipindah ke daerah tanggung jawabnya tanpa regulasi yang benar dan pasti akan melanggar aturan,” terang Dr. Nasrul.
Dipastikan semua SKPA tidak memahami dan memiliki pengetahuan wawasan yang cukup tentang stunting dan imunisasi jadi sangat tidak wajar jika harus dipaksakan turun ke gampong-gampong hanya bermodal spanduk, leaflet dan kamera untuk foto-foto.
“Imunisasi dan stunting seperti amanah presiden merupakan dampak dari suatu kondisi sehingga penanganannya tidak bisa dilakukan secara one-shoot tetapi harus melalui proses yang membutuhkan kemampuan warga itu sendiri untuk penanganannya. Imunisasi tidak akan meningkat dan stunting tidak akan turun dengan kegiatan pemasangan spanduk dan sticker pada mobil yang hanya menghabiskan biaya sia-sia,” jelasnya.
Berdasarkan informasi yang ada, kata Nasrul, diketahui bahwa Program GISA tidak didukung oleh argumentasi ilmiah dan literatur yang kuat dan baik sehingga alangkah baiknya jika Gubernur segera memerintahkan kepada Sekda Aceh untuk menghentikan jalan-jalan ke daerah dan memotong anggaran SPPD perjalanan dinas tersebut dan dialihkan untuk program penanganan stunting yang menjadi prioritas dan janji Pj Gubernur dengan model dan mekanisme BAAS yang benar. []