Rebutan Lapak PMI Banda Aceh ?

Share

Oleh: Surya Bermansyah, ST, MT

Kisruh lanjutan di PMI Kota Banda Aceh menarik untuk disimak, dimana intrik-intrik politik sepertinya menyusup semakin dalam ke tubuh PMI. Diawali dengan Musyawarah Kota (Muskot) pada Oktober 2021 lalu, yang antara ada dan tiada tercium bau-bau “money politik” dan proses demokrasi yang dikebiri, berlanjut dengan pelantikan pengurus.

Baru 5 bulan bekerja muncul polemik adanya kecurigaan “jual beli darah” antar Unit Donor Darah (UDD) PMI Banda Aceh, hingga PMI Pusat menurunkan tim investigasi ke PMI Banda Aceh. Namun, ending kasus darah ini adalah keluarnya Surat dari PMI Pusat yang ditandatangani Ketua Umum Jusuf Kalla (JK) menyatakan bahwa Kegiatan PMI Kota Banda Aceh dalam hal distribusi kantong darah ke UTD lain bukanlah suatu kesalahan/pelanggaran.

Tidak puas sampai disitu, berselang satu bulan dari kasus darah, kisruh kembali berlanjut dengan adanya evaluasi kinerja Pengurus PMI Kota Banda Aceh oleh Pengurus PMI Aceh, dengan alasan konflik internal yang berkelanjutan, maka PMI Aceh melakukan usulan Pembekuan Pengurus PMI Kota Banda Aceh kepada PMI Pusat pada 18 Mei, dan disetujui pada 20 Juni.

Hingga akhirnya saat ini PMI Kota dipimpin oleh 3 orang Pelaksana Tugas (Plt) yang ditunjuk dari Pengurus PMI Aceh yaitu, Plt Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota.

Namun, hal yang menarik dan patut disimak adalah, Pimpinan PMI Kota (non-aktif) adalah tokoh yang didukung PMI Aceh pada Muskot PMI Banda Aceh Oktober 2021 lalu, hingga hanya memunculkan calon tunggal pada saat itu dan menang secara aklamasi.

Terlepas ada keterlibatan dan kepentingan partai politik disitu, setidaknya pimpinan (non-aktif) beserta jajarannya yang dilantik adalah orang-orang pilihan dari timses saat suksesi Muskot tersebut.

Dapat dilihat dari jajaran pengurus yang terbentuk, beberapa diantaranya adalah pemilik suara dari kalangan Relawan KSR yang terkesan dipaksakan mengisi jabatan “balas jasa”. Dan hari ini, setelah beberapa kisruh yang terjadi, pimpinan beserta jajarannya tersebut dibekukan oleh PMI Provinsi Aceh.

Secara hirarki, PMI Provinsi Aceh adalah Pembina bagi PMI Kabupaten/Kota atau 1 tingkat dibawahnya. Demikian diatur dalam Peraturan Organisasi (PO) 002/2020 tentang Kepengurusan Palang Merah Indonesia yang berlaku saat ini.

Tetapi apakah langkah pembekuan pengurus yang dilakukan PMI Provinsi Aceh sesuai dengan arahan PO 002/2020 tersebut ?.

Pertanyaan besarnya adalah apakah PMI Propinsi sudah melakukan Pembinaan kepada Pengurus PMI Kota Banda Aceh, dimana pimpinannya merupakan orang baru di lingkungan PMI serta beberapa diantara pengurus dari timses Muskot dari Relawan Mahasiswa (KSR Unit PT) yang masih aktif di kampus, sehingga wajar saja membutuhkan perhatian lebih dari PMI satu tingkat di atasnya.

Dalam POi 002/2020 lebih detail juga mengatur adanya Sanksi, dan Pembinaan, hingga Pemberhentian. Pemberhentian Sementara bagi Pengurus yang dianggap melanggar Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART), Kode Etik, dan Peraturan Organisasi lainnya.

Namun, secara internal beredar info bahwa belum ada yang namanya pembinaan dan sanksi perorangan, tetapi langsung dilakukan Sanksi bagi seluruh Pengurus berupa Pemberhentian/Pembekuan kepengurusan PMI Kota Banda Aceh.

Mengapa ada 2 anak yang bertengkar, lantas orang tua mengusir keduanya dari rumah ?

Masih adakah cara lain yang dapat ditempuh ??

Siapa yang boleh mengevaluasi cara kita mendidik (membina) anak-anak kita ???

Seperti diketahui, PMI tingkat Kabupaten/Kota bukan hanya ada di Kota Banda Aceh, jadi pertanyaannya evaluasi apa dan bagaimana yang telah dilakukan PMI Provinsi Aceh selama ini terhadap pengurus Kabupaten/Kota yang lainnya???

Dan semoga evaluasi-evaluasi ini nantinya membawa kebaikan dan kemajuan bagi PMI Provinsi dan Kabupaten/Kota di Aceh.

Penulis adalah Relawan Korps Sukarela (KSR) Unit Markas PMI Kota Banda Aceh tahun 1991, dan Pengurus PMI Kota Banda Aceh Periode 2001-2006.

spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img

Read more

Local News