Nukilan.id – Perdamaian Aceh kini mulai memasuki tahun ke 17 pada 15 Agustus 2022 mendatang dinilai oleh banyak pihak sebagai bukti situasi keamanan Aceh terus berlangsung secara kondusif. Meski terdapat serangkaian aksi kriminalitas belakangan ini, namun dari pengembangan pihak aparat keamanan disinyalir aksi aksi itu hanyalah kriminal murni belaka dan tidak berpengaruh terhadap komitmen Aceh dalam hal perdamaian melalui bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Hal itu disampaikan Perwakilan Mayarakat Sipil di Aceh yang juga Koordinator GeRAK Aceh, Askhalani dalam keterangan tertulis kepada Nukilan, Selasa (17/5/2022).
Menurutnya, label atau stempel sebagai daerah konflik sudah sepatutnya dihilangkan dari Aceh. Sebab label ini paling tidak membawa efek negatif bagi Aceh khususnya dan Indonesia umumnya.
“Satu, efek negatif bagi Aceh sendiri. Dengan adanya label sebagai daerah pasca konflik, maka sedikit banyak akan berpengaruh terhadap Aceh dalam semua aspek. Baik dalam hal investasi, ekonomi maupun tata kelola pemerintahan,” jelas Askhalani.
Kedua, lanjutnya, efek negatif bagi Pemerintah Pusat. Apabila Aceh belasan tahun tetap dikategorikan daerah rawan, maka disini pihak global/dunia akan melihat Indonesia gagal dalam mengendalikan serta melakukan manajemen konflik terhadap Aceh. Indonesia akan dilihat sebagai negara yang tidak mampu menjaga perdamaian di kawasan. Hal ini tentu akan berpengaruh terhadap kepercayaan negara lain terhadap Indonesia terutama dalam aspek demokratisasi dan keamanan kawasan.
“Pendekatan Aceh sebagai daerah pasca konflik ini kemudian memicu agar Aceh dijabat oleh PJ Gubernur dari unsur TNI/Polri,” ujar Askhalani.
Padahal sesuai dengan Mahkamah Konstitusi Melalui PUTUSAN Nomor 15/PUU-XX/2022 menegaskan bahwa TNI Polri aktif dilarang menjadi PJ Kepala daerah. Kecuali berahli status jadi PNS murni.
Untuk itu, kata Askhalani, kami dari perwakilan masyarakat sipil di Aceh yang terdiri dari 4 lembaga yaitu GeRAK Aceh, Jaringan Survei Inisiatif, Pakar Aceh, dan Koalisi Peduli Aceh memberikan rekomendasi kepada Presiden Republik Indonesia, Ketua DPR RI, Ketua DPD RI, Panglima TNI, Kapolri, Gubernur Aceh, Ketua DPRA, dan masyarakat umum.
Berikut 4 rekomendasi Masyarakat Sipil Aceh:
Masyarakat Sipil Aceh dengan ini menegaskan bahwa supremasi sipil harus tetap di tegakkan di bumi serambi Mekkah. Kami meminta kepada Presiden melalui Kementerian dalam Negeri dalam hal penempatan PJ Gubernur Aceh harus memperhatikan poin berikut:
- Pentingnya kepemimpinan Aceh diisi oleh komponen dipilih diantaranya yang faham dan memahami struktur birokrasi terutama untuk melanjutkan agenda pembenahan pada struktur tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih. Sebab agenda pembenahan birokrasi menjadi penting karena Aceh termasuk daerah dengan indeks korupsi paling tinggi di Indonesia.
- Agenda Reformasi birokrasi Aceh menjelang 2023 adalah salah satu agenda penting dalam rangka pembenahan struktur birokrasi sebagai mana agenda dari kementerian Menpan RB dan menindaklanjuti agenda yang direncanakan oleh Presiden Jokowi.
- Kepemimpinan didaerah perlu diisi oleh mereka yang faham struktur anggaran daerah terutama relasi untuk mewujudkan aceh bebas dari provinsi termiskin di Sumatera. Jika kepala daerah di Aceh diisi dari struktur komando yakni TNI/Polri dapat dipastikan Aceh akan kembali tidak mampu keluar dari gejala kemiskinan yang menahun karena sistem komando adalah sistem penguatan teritorial bukan pada pembenahan sistem pemerintahan yang baik dan berkelanjutan.
- Melabelisasikan Aceh sebagai daerah konflik sehingga membutuhkan sosok militer tidak relevan dengan kondisi Aceh yang saat ini situasi keamanan sudah berlangsung kondusif. Selain iklim perdamaian yang terus terjaga stabilitas perekonomian Aceh terus menunjukan perbaikan. Dapat dilihat dengan bergeliatnya sektor investasi dan masuknya investor di Aceh. Seperti eksplorasi Premier Oil (A Harbour Energy Company) yang mulai melakukan pengeboran sumur eksplorasi Timpan-1 pada 10 Mei 2022 lalu di lepas pantai Wilayah Kerja (WK) blok Andaman II, 150 km sebelah utara Kota Lhokseumawe. []