Nukilan.id – Masyarakat Kecamatan Kuta Baro, Aceh Besar, memiliki tradisi turun-temurun di bulan suci Ramadan. Mereka bergotong-royong membuat makanan berbuka untuk dinikmati bersama. Ie Bu Peudah (baca: i-bu-pedah), begitulah nama bubur bercita rasa rempah tersebut.
Penduduk Aceh percaya bahwa Ie Bu Peudah ini sudah ada sejak zaman Kesultanan Aceh Darussalam. Citarasa dari bubur Ie Bu Peudah ini hampir sama seperti bubur kanji rubi atau bubur ayam. Kira-kira apa saja sih yang menarik dari hidangan tradisional khas kota yang dijuluki sebagai Serambi Mekah tersebut?
Dimasak oleh banyak orang
Hal yang menarik dari bubur ini, juru masak tidak bekerja sendiri. Setiap hari, empat pemuda dipilih oleh pemuka desa untuk memasak bubur. Mereka ditugaskan mencari kayu bakar, dedaunan, atau mengaduk bubur.
Para pemuda didampingi seorang sesepuh kampung yang mengawasi proses pembuatan bubur tradisional tersebut. Tidak hanya orang dewasa, dalam pembuatan Ie Bu Peudah, anak-anak juga diajak terlibat.
Jangan heran kalau perlu 4 laki-laki dewasa yang memasak. Ie Bu Peudah dimasak dalam belanga besar yang diameternya melebihi 1 meter. Selain itu, butuh tenaga ekstra untuk memasaknya. Bubur harus terus diaduk selama 2-3 jam agar tidak menjadi kerak.
Dibuat dari 44 jenis daun dan rempah
Sebelum proses memasak dimulai, sebulan sebelumnya para ibu sudah menyiapkan bahan-bahan untuk memasak Ie Bu Peudah. Mereka menyiapkan 44 jenis dedaunan hutan yang ditumbuk dengan beras dan direndam di air kelapa. Dedauanan tersebut diambil pemuda desa dari wilayah pegunungan atau perkebunan warga.
Dedaunan yang telah didapat lalu dicampurkan dengan bumbu rempah seperti, jahe, kunyit, dan juga lada yang bermanfaat untuk menambah rasa segar dan dan stamina bagi siapapun yang memakannya.
Dihidangkan untuk bersama
Memasak bubur mulai dilakukan pada siang hari sehabis salat zuhur dan selesai sebelum azan ashar di sore hari. Proses memasak ditutup dengan sesi icip-icip oleh anak-anak, sekadar memastikan apakah rasa bubur sudah lezat atau belum. Tentunya, anak-anak ini adalah mereka yang masih kecil dan belum diwajibkan berpuasa.
Selesai salat asar, warga berdatangan mengambil bubur untuk dibawa pulang dan dimakan bersama keluarga. Sisanya, akan menjadi menu berbuka di surau setempat. Dari bubur Ie Bu Peudah yang kaya rempah ini, kehangatan bulan Ramadan terasa di Aceh Besar. Proses memasaknya yang melibatkan seluruh warga merupakan cara masyarakat Kuta Baro mempererat tali silaturahmi sekaligus mempertahankan tradisi.