Nukilan.id – Tim Jaksa Eksekutor Kejaksaan Negeri (Kejari) Aceh Besar bekerjasama dengan Tim Intelijen Kejari Aceh Besar dan pengamanan dari Tim Polres Aceh Besar melaksanakan eksekusi putusan perkara tindak pidana korupsi pengelolaan hasil penjualan produksi berupa penjualan telur ayam di UPTD Balai Ternak Non Ruminansia (BTNR) Dinas Peternakan (Disnak) Aceh tahun 2016-2018, Rabu (30/3/2022) pagi.
Hal itu berdasarkan Nota Dinas Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus Kejari Aceh Besar terhadap Putusan Kasasi Perkara Tindak Pidana Korupsi tersebut, an. Muhammad Nasir, S.PT bin Muhammad Yatim yang terbukti melanggar pasal 2 jo Pasal 18 ayat (1) huruf a, b, ayat (2) dan (3) Undang-Undang (UU) Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) ke1 KUHPidana, berdasarkan Putusan Kasasi Mahkamah Agung (MA) Nomor: 2686 K/Pid.Sus/2021 tanggal 16 September 2021.
Dalam keterangannya, Kepala Seksi Intelijen Kejari Aceh Besar, Deddi Maryadi, SH menceritakan kronologi jalannya eksekusi tersebut. Ia menjelaskan, Tim eksekutor yang didampingi Tim Intelijen dan Tim pengamanan dari Polres Aceh Besar berangkat dari kantor Kejari Aceh Besar menuju kediaman rumah terpidana di Desa Suka Damai, Kecamatan Lembah Seulawah yang disaksikan oleh Kepala Desa (Keuchik) Desa setempat.
“Tim kemudian bertemu dengan terpidana, Muhammad Nasir, S.PT Bin Muhammad Yatim, setelah dilakukan pembicaraan secara persuasif, terpidana kooperatif. Selanjutnya, Tim membawa terpidana ke Kantor Kejari Aceh Besar dan melakukan eksekusi terhadap terpidana Muhammad Nasir, S.PT bertempat di lapas Kelas IIA Banda Aceh sekira pukul 13.00 WIB,” tutup Deddi.
Sebelumnya, Terpidana didakwakan oleh Penuntut Umum dengan Dakwaan Kumulatif yaitu Kesatu: Primair yaitu melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 ayat (1)huruf a, b, ayat (2) dan (3) UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHPidana. Subsidair yaitu melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 ayat (1) huruf a, b, ayat (2) dan (3) UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHPidana.
Kedua yaitu melanggar Pasal 8 jo pasal 18 ayat (1) huruf a, b, ayat (2) dan (3) UU Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas UU Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHPidana.
Kemudian, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut terpidana yang terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan Tindak Pidana Korupsi secara bersama-sama sebagaimana dalam dakwaan Primair tersebut, dan menjatuhkan hukuman terhadap terpidana dengan pidana penjara selama 8 tahun dan membebani terdakwa untuk membayar denda sebesar Rp300.000.000,- subsidair selama 3 bulan penjara.
Namun, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Banda Aceh memutus dengan putusan dengan Nomor 9/ Pid.Sus-TPK/2020/PN Bna 23 September 2020 yang membebaskan terpidana dari semua dakwaan penuntut umum (Vrijspraak).
Atas putusan bebas tersebut, JPU Kejari Aceh Besar mengajukan Kasasi ke Mahkamah Agung. Dan berdasarkan Putusan Kasasi Mahkamah Agung Nomor: 2686 K/Pid.Sus/2021 tanggal 16 September 2021 terpidana dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan perbuatan Tindak Pidana Korupsi secara bersama-sama, dengan pidana penjara selama 4 tahun dan pidana denda sebesar Rp200.000.000,00. Dan dengan ketentuan apabila pidana denda tersebut tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan penjara. []