Pakar Ekonomi: Pemerintah Aceh Wajib Dirikan industri Pertanian dan Perkebunan untuk Atasi Kemiskinan

Share

Nukilan.id – Setiap Entitas atau orang yang menanamkan modal dengan harapan mendapatkan hasil dari berusaha sekaligus menambah nilai tambah aktivitas ekonomi dan bisnis melalui multiflyer effects di sebuah daerah. Semua kegiatan ekonomi dan bisnis seperti ini merupakan Investor baik skala kecil maupun skala besar.

Hengkangnya Investor besar dari bumi serambi Mekkah sekelas PT. BRI Syariah, PT. BNI Syariah, PT.Mandiri Syariah. PT. Bank Mandiri, PT. BNI dan PT. BRI dan PT. Kertas Kraft Aceh dan beberapa perusahaan besar lainnya meyebabkan terganggunya perkonomian masyarakat Aceh sampai keseluruh pelosok perdesaan.

Aceh yang terdiri dari 23 Kabupaten/Kota dan 285 Kecamatan dan 6495 Gampong/Desa, dimana umumnya masyarakatnya hidup disektot pertanian, perikanan, perkebunan dan di kota kecamatan bekerja pedagang kecil kevilan atau UMKM.

Tahun ini, polemik kemiskinan di Aceh terus terulang, ini adalah fakta dan bukti empiris pemerintah Aceh gagal mewujudkan kesejahteraan rakyat.

Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Aceh mencatat selama periode Maret 2021-September 2021. Tingkat kemiskinan di Aceh terus meningkat meningkat dari 15,33 persen menjadi 15,53 persen. Angka tersebut membuat Aceh kembali menyandang posisi sebagai provinsi termiskin di sumatera dan masuk lima besar provinsi termiskin di Indonesia.

Pakar Ekonomi Universitas Syiah Kuala (USK), Banda Aceh Dr Amri SE MSi mengatakan sikap apatis pemerintah Aceh pada sektor industri pertanian dan pekerbunan jadi salah satu faktor Aceh termiskin sesumatra, pembangunan pabrik-pabrik kecil untuk mengelola bahan mentah hasil produksi sektor pertanian dan perkebunan.

“Pembangunan industri kecil disektor hulu saat ini, menjadi hal sangat penting dalam mendongkrak perekomian Aceh yang dalam ambang hancur, seperti langkanya minyak goreng contohnya, padahal kita tahu Aceh memiliki kebun kelapa dan kelapa sawit yang luas, tapi sayang, hasil dari panen dilarikan semua ke provinsi tetangga,” ujar Akadamesi Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala, Dr Amri kepada Nukilan.id, Senin, (21/02/2022).

Dari amatan Dr Amri, ia menjelaskan sektor pertanian Aceh memiliki aktivitas perputaran ekonomi yang baik. Ironisnya kesejahteraan para petani dan nelayan Aceh sampai saat ini masih belum terjamin, predikat miskin terus mereka rasakan.

“Hasil panen pertanian dan perkebunan di Aceh cukup unggul kualitasnya, namun sayang ketika panen raya , harganya rendah disebabkan permainan pasar. Kenapa? karena pemerintah Aceh tidak punya ide untuk mendirikan industri kecil sektor hulu di setiap kabupaten/kota, agar harga pasar dapat dikendalikan dan masyarakat juga sejahtera,”ungkapnya.

Menurutnya, jika hal ini dibiarkan maka tingkat kenaikan harga barang menjadi tak kendali, dan daya beli masyarakat rendah atau dengan katalain ekonomi masyarakat morat-marit.

Seperti halnya, pesoalan kelangkaan minyak goreng yang terjadi di Aceh akhir-akhir ini, Pemerintah Aceh lagi-lagi hanya memikirkan solusi jangka pendek untuk menyelesaikan persoalan tersebut.

Dilansir dari Nukilan.id Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Aceh, Ir. Mohd. tanwier, MM sudah memastikan bahwa sebanyak 2000 ton minyak goreng curah telah masuk ke Aceh pada Sabtu, (12/02/2022).

Seharusnya lanjut Dr Amri, Pemprov Aceh harus mengambil solusi jangka panjang untuk menstabilkan harga pangan yang ada di Aceh.

Databox mencatat mayoritas atau 36,13% lapangan pekerjaan utama penduduk Aceh ada di sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan pada Agustus 2021. Posisi kedua adalah perdagangan besar dan eceran sebesar 16,24%.

“Misalkan saja untuk mengatasi kelangkaan minyak goreng kabupaten Aceh Barat dan Selatan, Pemerintah cukup mendirikan pabrik minyak goreng skala kecil dengan modal kerja hanya Rp.1Milyar dan bisa memproduksi 5 ton minyak goreng perhari, sehingga harga minyak goreng dipasar bisa kontrol oleh pemerintah. Begitu juga dengan pabrik gula dan pabrik padi dan ratusan produk pertanian dan hasil perikanan yang perlu diolah,” ungkap Dr Amri

Dari data tersebut, Dr Amri mengatakan industri kecil di sektor hulu sangat penting untuk menyelamatkan ekonomi Aceh saat ini.

“Jika tidak diperhatikan, maka akan berdampak buruk untuk perekonomian Aceh kedepan, sehingga perputaran uang jadi melemah, akibat permainan harga pasar, yang pada ujung angka pengangguran tinggi, anggka kemiskinan tinggi, pemerataan ekonomi tidak terjadi dan akhirnya Pertumbuhan ekonomi sangat rendah. Sebenarnya tidak ada Provinsi miskin yang ada cuma Provinsi salah urus. Kebijakan yang memiskinkan rakyatnya,” sebutnya.

spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img

Read more

Local News