Nukilan.id – Angka kekerasan terhadap perempuan dan anak setiap tahun semakin meningkat di Aceh, mulai dari pemerkosaan, pelecehan, dan kekerasan seksual. Ini menunjukkan bahwa Eksekutif dan legislatif tidak memiliki hati nurani dalam membangun Hak Asasi Manusia (HAM) di Aceh.
Hal itu disampaikan Direktur Yayasan Anak Bangsa (YAB) Aceh, Sriwahyuni kepada Nukilan.id, Kamis (23/12/2021).
“Pemerintahan Aceh bukan pemerintahan yang dibangun dengan hati nurani, mereka hanya berpihak kepada kelompok tertentu saja. Karena kita lihat sampai sekarang angka kekerasan terhadap perempuan dan anak tidak ada penurunan, malah setiap tahun meningkat,” kata Sriwahyuni.
Baca juga: Puluhan Perempuan Aceh Gelar Aksi Damai di Gedung DPRA, Ini Tuntutannya
Selain itu, dilihat dari penyusunan Qanun Jinayah juga menunjukkan bahwa Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) tidak paham dengan persoalan perlindungan perempuan dan anak. Karena dalam pasal 47 tentang hukum pelecehan seksual dan pasal 50 tentang hukum pemerkosaan dalam Qanun Jinayah masih dianggap lemah.
“Ini bukti bahwa DPRA tidak becus, seharusnya mereka mengajak aktivis perempuan dan aktivis perlindungan anak dalam penyusunan Qanun Jinayah ini,” ungkap Sriwahyuni.
“Karena kita tahu bahwa banyak sekali para aktivis perempuan dan aktivis pelindungan anak di Aceh yang cerdas serta memahami persoalan ini sampai detil dan mereka juga sudah bekerja di level nasional,” ujarnya.
Baca juga: Yayasan Anak Bangsa: Aceh Darurat Kekerasan Seksual
Sementara itu, terkait perlindungan anak dalam Qanun Jinayah, Sriwahyuni menyarankan kepada lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif Aceh untuk semuanya merujuk kepada Undang-Undang nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA).
“Menurut saya UU SPPA ini sudah praktis sekali. Jadi, revisi qanun jinayah Aceh harus segera dilakukan sehingga tidak menambah kesulitan dalam penegakan hukum, dan pemulihan bagi korban,” terangnya.
Oleh karena itu, Sriwahyuni berharap, pemerintah Aceh dan DPRA agar dapat mengedepankan hati nurani dan memberikan rasa keadilan bagi masyarakat.
Baca juga: Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak Tinggi, Seniman Aceh: Perluas Peran Budaya
“Dan kalau persoalan ini terus terjadi kedepan, maka bisa dikatakan bahwa pemerintah Aceh dan DPRA tidak ada rasa kepedulian sedikitpun terhadap korban, dan juga tidak bisa memberikan keadilan bagi masyarakat. Tunggu aja laknat Allah,” tegasnya. [red]