Nukilan.id – Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Dody Budi Waluyo baru saja mewakili Indonesia menghadiri pertemuan rangkaian Pertemuan Tahunan International Monetary Fund (IMF) dan World Bank pada 13 Oktober 2021 di Washington DC Amerika Serikat (AS).
Berbagai negara menyampaikan kondisi terkini akan krisis energi yang mereka alami. Penyebab utamanya adalah cuaca. Sehingga persoalan ini diperkirakan hanya berlangsung sementara dan selesai dalam waktu dekat.
“Ini masalah cuaca saja, sehingga berakibat kepada hydro power plant terganggu,” jelas Dody dalam konferensi pers, Selasa (19/10/2021).
Seperti diketahui, krisis energi saat ini sedang melanda sejumlah negara. Baik di Eropa, China, maupun India. Negara-negara yang kini dilanda krisis energi mayoritas mengalami krisis listrik, akibat dari melonjaknya harga gas alam dunia dan faktor lainnya dalam beberapa waktu terakhir.
Di China, Krisis pasokan listrik yang sedang terjadi memicu pemadaman listrik untuk rumah tangga dan memaksa pabrik untuk memangkas produksi. Kondisi tersebut mengancam akan memperlambat kegiatan ekonomi raksasa negeri Tirai Bambu serta memberi tekanan terhadap rantai pasokan global.
Selain itu, kata Dody, terkait inflasi yang tinggi di Amerika Serikat (AS), semua sepakat kondisi ini hanya berlaku temporer. Namun kemungkinan akan berlangsung hingga pertengahan tahun 2022.
Inflasi di AS diketahui kembali menjadi perhatian. Sebab tingginya inflasi saat ini diprediksi bisa berlangsung lama, bukan sementara saja. Oleh karena itu, bank sentral AS (The Fed) bisa jadi akan terpaksa menaikkan suku bunga, agar inflasi tidak lepas kendali.
Dampaknya bisa besar, sebab laju pertumbuhan ekonomi bisa terhambat, apalagi jika pasar tenaga kerja mulai melemah lagi. Yield obligasi AS (Treasury) pun bergerak volatil kemarin. Treasury tenor 10 tahun sempat melesat ke atas 1,6%, tetapi setelahnya malah berbalik turun dan mengakhiri perdagangan di 1,5525%, atau turun 2,9 basis poin dari penutupan perdagangan hari sebelumnya.
“Kondisi supply dan demand missmatch ini atau shortage bisa berlangsung lebih dari 2021. Namun tekanan tidak sampai mengakibatkan inflasi secara permanen atau berkelanjutan,” ujarnya.
“Cuma itu memberikan semacam understanding untuk 2022, inflasi akan kembali turun sampai pertengahan 2022. Imported inflation ke Indonesia juga relatif masih kecil, belum terlihat dampak kuat misalnya dari nilai tukar rupiah, harga komoditas global yang naik kepada indeks harga konsumen di Indonesia,” kata Dody melanjutkan.
Adapun kesepakatan berikutnya dari pertemuan tahunan IMF-WB Group juga menyepakati bahwa distribusi vaksinasi bukan hanya masalah herd immunity yang besar, tapi distribusi secara merata akan dilakukan.
Hal tersebut, kata Dody merupakan komitmen bersama atau joint action negara-negara G20 untuk mengatasi masalah vaksinasi yang kurang, terutama negara-negara berkembang atau emerging market. “Dengan vaksinasi membantu investasi pulih di beberapa negara,” ujarnya. [cnbcindonesia]